Thursday, April 30, 2015

Kilas Balik Krisis Ekonomi 97-98



MAKALAH PEREKONOMIAN INDONESIA
TRAGEDI 1998


DISUSUN OLEH :
1.     DIAN PUSPITA SARI                             (22214992)
2.     DWI ARYO AGUNG SEDAYU              (23214276)
3.     HITLER PATIAR                                      (25214009)
4.     ISMIA NUR BAROKAH                         (25214515) 
5.     MUHAMMAD BAYU AJI SANTOSO  (27214130)
6.     NIKO BAYU HERLAMBANG                (27214946)
7.   SIANTA                                                    (2A214254)
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014/2015


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Pemanfaatan Plastik Sebagai Barang Berguna ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.Dan juga kami berterima kasih kepada Immi Fiska Tarigan dan kerabat kami yang telah membantu menyelesaikan makalah kami mengenai “Tragedi 1998”
Sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran ekonomi, maka makalah ini disusun sesuai dengan satuan acara perkuliahan (SAP). Oleh karena itu semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan pengembangan wawasan mahasiswa/i dalam memahami ilmu ekonomi.
Kami menghaturkan terima kasih kepada para penulis yang telah menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat untuk kita semua. Kami mengharapkan dapat menggunakan makalah ini dengan sebaik baiknya. Segala kritik dan saran kami harapkan dan kami terima dan akan dijadikan masukan yang berharga untuk perbaikan makalah kami selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih.









Bekasi, 27 APRIL 2015



DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................................            ii
Daftar Isi................................................................................................................................ iii
BAB 1       
Pendahuluan.........................................................................................................................  1
            1.1 Latar Belakang..................................................................................................    1
            1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................   2
            1.3 Tujuan.............................................................................................................      2
BAB 2
Pembahasan........................................................................................................................    3
2.1 Penyebab terjadinya krisis tahun 1998.......................................................          3
            2.2 Dampak pada masyarakat Indonesia………...................................................     12
2.3.Cara mengatasi krisis moneter 1998.................................................................... 16
BAB 3
Penutup.................................................................................................................................. 25
            3.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 25
            3.2 Saran.................................................................................................................... 26

Daftar Pustaka...................................................................................................................     27



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
TAHUN 1998 menjadi saksi bagi tragedi perekonomian bangsa.Keadaannya berlangsung sangat tragis dan tercatat sebagai periode paling suram dalam sejarah perekonomian Indonesia. Mungkin dia akan selalu diingat, sebagaimana kita selalu mengingat black Tuesday yang menandai awal resesi ekonomi dunia tanggal 29 Oktober 1929 yang juga disebut sebagai malaise.
Hanya dalam waktu setahun, perubahan dramatis terjadi.Prestasi ekonomi yang dicapai dalam dua dekade, tenggelam begitu saja. Dia juga sekaligus membalikkan semua bayangan indah dan cerah di depan mata menyongsong milenium ketiga.
Selama periode sembilan bulan pertama 1998, tak pelak lagi merupakan periode paling hiruk pikuk dalam perekonomian. Krisis yang sudah berjalan enam bulan selama tahun 1997,berkembang semakin buruk dalam tempo cepat. Dampak krisis pun mulai dirasakan secara nyata oleh masyarakat, dunia usaha.
Dana Moneter Internasional (IMF) mulai turun tangan sejak Oktober 1997, namun terbukti tidak bisa segera memperbaiki stabilitas ekonomi dan rupiah.Bahkan situasi seperti lepas kendali, bagai layang-layang yang putus talinya.Krisis ekonomi Indonesia bahkan tercatat sebagai yang terparah di Asia Tenggara.
Seperti efek bola salju, krisis yang semula hanya berawal dari krisis nilai tukar baht di Thailand 2 Juli 1997, dalam tahun 1998 dengan cepat berkembang menjadi krisis ekonomi, berlanjut lagi krisis sosial kemudian ke krisis politik.
Akhirnya, dia juga berkembang menjadi krisis total yang melumpuhkan nyaris seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa. Katakan, sektor apa di negara ini yang tidak goyah. Bahkan kursi atau tahta mantan Presiden Soeharto pun goyah, dan akhirnya dia tinggalkan. Mungkin Soeharto, selama sisa hidupnya akan mengutuk devaluasi baht, yang menjadi pemicu semua itu.


1.2  Rumusan Masalah
1. Apa penyebab terjadinya krisis ekonomi di tahun 1998?
2. Apa dampak bagi masyarakat Indonesia?
3. Bagaimana cara penanggulangannya?

1.3  Tujuan Pembahasan
Diharapkan seluruh pembaca dari makalah ini dapat mengetahui tentang apa yang terjadi di indonesia pada tahun 1998, dan bisa memahami isi makalah dengan baik









BAB 2
PEMBAHASAN
2.1            Penyebab terjadinya krisis ekonomi 1998
Penyebab dari krisis ini bukanlah fundamental ekonomi Indonesia yang selama inilemah, hal ini dapat dilihat dari data-data statistik di atas, tetapi terutama karena utangswasta luar negeri yang telah mencapai jumlah yang besar.Yang jebol bukanlah sektorrupiah dalam negeri, melainkan sektor luar negeri, khususnya nilai tukar dollar AS yangmengalami overshooting yang sangat jauh dari nilai nyatanya.Krisis yang berkepanjanganini adalah krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam, akibat dari serbuan yangmendadak dan secara bertubi-tubi terhadap dollar AS (spekulasi) dan jatuh temponya utangswasta luar negeri dalam jumlah besar. Seandainya tidak ada serbuan terhadap dollar ASini, meskipun terdapat banyak distorsi pada tingkat ekonomi mikro, ekonomi Indonesiatidak akan mengalami krisis. Dengan lain perkataan, walaupun distorsi pada tingkat ekonomimikro ini diperbaiki, tetapi bila tetap ada gempuran terhadap mata uang rupiah, maka krisisakan terjadi juga, karena cadangan devisa yang ada tidak cukup kuat untuk menahangempuran ini. Krisis ini diperparah lagi dengan akumulasi dari berbagai faktor penyebablainnya yang datangnya saling bersusulan.Analisis dari faktor-faktor penyebab ini penting,karena penyembuhannya tentunya tergantung dari ketepatan diagnosa.

Anwar Nasution melihat besarnya defisit neraca berjalan dan utang luar negeri,ditambah dengan lemahnya sistim perbankan nasional sebagai akar dari terjadinya krisisfinansial (Nasution: 28). Bank Dunia melihat adanya empat sebab utama yang bersamasamamembuat krisis menuju ke arah kebangkrutan (World Bank, 1998, pp. 1.7 -1.11).


1.      Yangpertama adalah akumulasi utang swasta luar negeri yang cepat dari tahun 1992 hingga Juli1997, sehingga l.k. 95% dari total kenaikan utang luar negeri berasal dari sektor swasta ini,dan jatuh tempo rata-ratanya hanyalah 18 bulan. Bahkan selama empat tahun terakhirutang luar negeri pemerintah jumlahnya menurun.

2.      Sebab yang kedua adalah kelemahanpada sistim perbankan.

3.      Ketiga adalah masalah governance, termasuk kemampuan pemerintahmenangani dan mengatasi krisis, yang kemudian menjelma menjadi krisis kepercayaan dan
keengganan donor untuk menawarkan bantuan finansial dengan cepat.

4.      Yang keempat adalahketidak pastian politik menghadapi Pemilu yang lalu dan pertanyaan mengenai kesehatanPresiden Soeharto pada waktu itu.

Sementara menurut penilaian kelompok kami, penyebab utama dari terjadinya krisis yangberkepanjangan ini adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangattajam, meskipun ini bukan faktor satu-satunya, tetapi ada banyak faktor lainnya yang berbedamenurut sisi pandang masing-masing pengamat. Berikut ini diberikan rangkuman dariberbagai faktor tersebut menurut urutan kejadiannya:

1.    Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang memadai,memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk secara bebasberapapun jumlahnya. Kondisi di atas dimungkinkan, karena Indonesia menganut rezimdevisa bebas dengan rupiah yang konvertibel, sehingga membuka peluang yang sebesarbesarnyauntuk orang bermain di pasar valas. Masyarakat bebas membuka rekeningvalas di dalam negeri atau di luar negeri. Valas bebas diperdagangkan di dalam negeri,sementara rupiah juga bebas diperdagangkan di pusat-pusat keuangan di luar negeri.

2.    Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8%(1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar nyatanya,menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued. Ditambah dengan kenaikanpendapatan penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya relatif lebih cepat darikenaikan pendapatan nyata dalam Rupiah, dan produk dalam negeri yang makin lamamakin kalah bersaing dengan produk impor. Nilai Rupiah yang overvalued berarti jugaproteksi industri yang negatif. Akibatnya harga barang impor menjadi relatif murah danproduk dalam negeri relatif mahal, sehingga masyarakat memilih barang impor yangkualitasnya lebih baik. Akibatnya produksi dalam negeri tidak berkembang, ekspormenjadi kurang kompetitif dan impor meningkat. Nilai rupiah yang sangat overvalued inisangat rentan terhadap serangan dan permainan spekulan, karena tidak mencerminkan
nilai tukar yang nyata.

3.    Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek danmenengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak tersediacukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya (bandingkanjuga Wessel et al.: 22), ditambah sistim perbankan nasional yang lemah. Akumulasiutang swasta luar negeri yang sejak awal tahun 1990-an telah mencapai jumlah yangsangat besar, bahkan sudah jauh melampaui utang resmi pemerintah yang beberapa
tahun terakhir malah sedikit berkurang (oustanding official debt). Ada tiga pihak yangbersalah di sini, pemerintah, kreditur dan debitur.Kesalahan pemerintah adalah, karenatelah memberi signal yang salah kepada pelaku ekonomi dengan membuat nilai rupiahterus-menerus overvalued dan suku bunga rupiah yang tinggi, sehingga pinjaman dalamrupiah menjadi relatif mahal dan pinjaman dalam mata uang asing menjadi relatif murah.Sebaliknya, tingkat bunga di dalam negeri dibiarkan tinggi untuk menahan pelariandana ke luar negeri dan agar masyarakat mau mendepositokan dananya dalam rupiah.Jadi di sini pemerintah dihadapi dengan buah simalakama.Keadaan ini menguntungkanpengusaha selama tidak terjadi devaluasi dan ini terjadi selama bertahun-tahun sehinggamemberi rasa aman dan orang terus meminjam dari luar negeri dalam jumlah yang semakinbesar. Dengan demikian pengusaha hanya bereaksi atas signal yang diberikan olehpemerintah. Selain itu pemerintah sama sekali tidak melakukan pengawasan terhadap utang-utang swasta luar negeri ini, kecuali yang berkaitan dengan proyek pemerintahdengan dibentuknya tim PKLN. Bagi debitur dalam negeri, terjadinya utang swasta luarnegeri dalam jumlah besar ini, di samping lebih menguntungkan, juga disebabkan suatugejala yang dalam teori ekonomi dikenal sebagai fallacy of thinking2 , di mana pengusahaberamai-ramai melakukan investasi di bidang yang sama meskipun bidangnya sudahjenuh, karena masing-masing pengusaha hanya melihat dirinya sendiri saja dan tidakmemperhitungkan gerakan pengusaha lainnya. Pihak kreditur luar negeri juga ikutbersalah, karena kurang hati-hati dalam memberi pinjaman dan salah mengantisipasikeadaan (bandingkan IMF, 1998: 5).Jadi sudah sewajarnya, jika kreditur luar negeri jugaikut menanggung sebagian dari kerugian yang diderita oleh debitur.


Kalau masalahnya hanya menyangkut utang luar negeri pemerintah saja, meskipunmasalahnya juga cukup berat karena selama bertahun-tahun telah terjadi net capitaloutflow yang kian lama kian membesar berupa pembayaran cicilan utang pokok danbunga, namun masih bisa diatasi dengan pinjaman baru dan pemasukan modal luarnegeri dari sumber-sumber lain. Beda dengan pinjaman swasta, pinjaman luar negeripemerintah sifatnya jangka panjang, ada tenggang waktu pembayaran, tingkat bunganyarelatif rendah, dan tiap tahunnya ada pemasukan pinjaman baru.

Pada awal Mei 1998 besarnya utang luar negeri swasta dari 1.800 perusahaandiperkirakan berkisar antara US$ 63 hingga US$ 64 milyar, sementara utang pemerintahUS$ 53,5 milyar. Sebagian besar dari pinjaman luar negeri swasta ini tidak di hedge(Nasution: 12). Sebagian orang Indonesia malah bisa hidup mewah dengan menikmatiselisih biaya bunga antara dalam negeri dan luar negeri (Wessel et al., hal. 22), misalnyabank-bank.Maka beban pembayaran utang luar negeri beserta bunganya menjadi tambahbesar yang dibarengi oleh kinerja ekspor yang melemah (bandingkan IDE).Ditambahlagi dengan kemerosotan nilai tukar rupiah yang tajam yang membuat utang dalam nilairupiah membengkak dan menyulitkan pembayaran kembalinya.

Pinjaman luar negeri dan dana masyarakat yang masuk ke sistim perbankan, banyakyang dikelola secara tidak prudent, yakni disalurkan ke kegiatan grupnya sendiri danuntuk proyek-proyek pembangunan realestat dan kondomium secara berlebihan sehinggajauh melampaui daya beli masyarakat, kemudian macet dan uangnya tidak kembali(Nasution: 28; Ehrke: 3). Pinjaman-pinjaman luar negeri dalam jumlah relatif besar yangdilakukan oleh sistim perbankan sebagian disalurkan ke sektor investasi yang tidakmenghasilkan devisa (non-traded goods) di bidang tanah seperti pembangunan hotel, resortpariwisata, taman hiburan, taman industri, shopping malls dan realestat (Nasution: 9;IMF Research Department Staff: 10). Proyek-proyek besar ini umumnya tidakmenghasilkan barang-barang ekspor dan mengandalkan pasar dalam negeri, maka sedikitsekali pemasukan devisa yang bisa diandalkan untuk membayar kembali utang luarnegeri. Krugman melihat bahwa para financial intermediaries juga berperan di Thailanddan Korea Selatan dengan moral nekat mereka, yang menjadi penyebab utama dari krisisdi Asia Timur.Mereka meminjamkan pada proyek-proyek berisiko tinggi sehingga terjadiinvestasi berlebihan di sektor tanah (Krugman, 1998; Greenwood).Mereka mulai mencaridollar AS untuk membayar utang jangka pendek dan membeli dollar AS untuk di hedge(World Bank, 1998, hal. 1.4).

4.    Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing (bandingkan juga Ehrke: 2-3) yang dikenalsebagai hedge funds tidak mungkin dapat dibendung dengan melepas cadangan devisayang dimiliki Indonesia pada saat itu, karena praktek margin trading, yang memungkinkandengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah besar. Dewasa ini mata uang sendirisudah menjadi komoditi perdagangan, lepas dari sektor riil. Para spekulan ini jugameminjam dari sistim perbankan untuk memperbesar pertaruhan mereka. Itu sebabnyamengapa Bank Indonesia memutuskan untuk tidak intervensi di pasar valas karenatidak akan ada gunanya. Meskipun pada awalnya spekulan asing ikut berperan, tetapimereka tidak bisa disalahkan sepenuhnya atas pecahnya krisis moneter ini. Sebagiandari mereka ini justru sekarang menderita kerugian, karena mereka membeli rupiah dalamjumlah cukup besar ketika kurs masih di bawah Rp. 4.000 per dollar AS denganpengharapan ini adalah kurs tertinggi dan rupiah akan balik menguat, dan pada saat itumereka akan menukarkan kembali rupiah dengan dollar AS (Wessel et al., hal.1).Namun pemicu adalah krisis moneter kiriman yang berawal dari Thailand antaraMaret sampai Juni 1997, yang diserang terlebih dahulu oleh spekulan dan kemudianmenyebar ke negara Asia lainnya termasuk Indonesia (Nasution: 1; IMF ResearchDepartment Staff: 10; IMF, 1998: 5). Krisis moneter yang terjadi sudah saling kait-mengkaitdi kawasan Asia Timur dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya (butir 16 daripersetujuan IMF 15 Januari 1998).

5.    Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai tukar dengan pitabatas intervensi. Sistim ini menyebabkan apresiasi nyata dari nilai tukar rupiah danmengundang tindakan spekulasi ketika sistim batas intervensi ini dihapus pada tanggal14 Agustus 1997 (Nasution: 2). Terkesan tidak adanya kebijakan pemerintah yang jelasdan terperinci tentang bagaimana mengatasi krisis (Nasution: 1) dan keadaan ini masihberlangsung hingga saat ini. Ketidak mampuan pemerintah menangani krisismenimbulkan krisis kepercayaan dan mengurangi kesediaan investor asing untukmemberi bantuan finansial dengan cepat (World Bank, 1998: 1.10).


6.    Defisit neraca berjalan yang semakin membesar (IMF Research Department Staff: 10; IDE),yang disebabkan karena laju peningkatan impor barang dan jasa lebih besar dari ekspordan melonjaknya pembayaran bunga pinjaman. Sebab utama adalah nilai tukar rupiahyang sangat overvalued, yang membuat harga barang-barang impor menjadi relatif murahdibandingkan dengan produk dalam negeri.

7.    Penanam modal asing portfolio yang pada awalnya membeli saham besar-besaran dimingimingikeuntungan yang besar yang ditunjang oleh perkembangan moneter yang relativestabil kemudian mulai menarik dananya keluar dalam jumlah besar (bandingkan WorldBank, 1998, hal. 1.3, 1.4; Greenwood). Selisih tingkat suku bunga dalam negeri denganluar negeri yang besar dan kemungkinan memperoleh keuntungan yang relatif besardengan cara bermain di bursa efek, ditopang oleh tingkat devaluasi yang relatif stabilsekitar 4% per tahun sejak 1986 menyebabkan banyak modal luar negeri yang mengalirmasuk. Setelah nilai tukar Rupiah tambah melemah dan terjadi krisis kepercayaan, danamodal asing terus mengalir ke luar negeri meskipun dicoba ditahan dengan tingkat bungayang tinggi atas surat-surat berharga Indonesia (Nasution: 1, 11). Kesalahan juga terletakpada investor luar negeri yang kurang waspada dan meremehkan resiko (IMF, 1998: 5).Krisis ini adalah krisis kepercayaan terhadap rupiah (World Bank, 1998, p. 2.1).

8.    IMF tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran dana bantuan yangdijanjikannya dengan alasan pemerintah tidak melaksanakan 50 butir kesepakatandengan baik. Negara-negara sahabat yang menjanjikan akan membantu Indonesia jugamenunda mengucurkan bantuannya menunggu signal dari IMF, padahal keadaanperekonomian Indonesia makin lama makin tambah terpuruk. Singapura yangmenjanjikan l.k. US$ 5 milyar meminta pembayaran bunga yang lebih tinggi dari pinjamanIMF, sementara Brunei Darussalam yang menjanjikan l.k. US$ 1 milyar baru akanmencairkan dananya sebagai yang terakhir setelah semua pihak lain yang berjanji akanmembantu telah mencairkan dananya dan telah habis terpakai. IMF sendiri dinilai banyakpihak telah gagal menerapkan program reformasinya di Indonesia dan malah telah mempertajam dan memperpanjang krisis.

9.    Spekulan domestik ikut bermain (Wessel et al., hal. 22). Para spekulan inipun tidaksemata-mata menggunakan dananya sendiri, tetapi juga meminjam dana dari sistimperbankan untuk bermain

10.     Terjadi krisis kepercayaan dan kepanikan yang menyebabkan masyarakat luas menyerbumembeli dollar AS agar nilai kekayaan tidak merosot dan malah bisa menarik keuntungandari merosotnya nilai tukar rupiah. Terjadilah snowball effect, di mana serbuan terhadapdollar AS makin lama makin besar. Orang-orang kaya Indonesia, baik pejabat pribumidan etnis Cina, sudah sejak tahun lalu bersiap-siap menyelamatkan harta kekayaannyake luar negeri mengantisipasi ketidak stabilan politik dalam negeri. Sejak awal Desember1997 hingga awal Mei 1998 telah terjadi pelarian modal besar-besaran ke luar negerikarena ketidak stabilan politik seperti isu sakitnya Presiden dan Pemilu (World Bank,1998: 1.4, 1.10). Kerusahan besar-besaran pada pertengahan Mei yang lalu yang ditujukanterhadap etnis Cina telah menggoyahkan kepercayaan masyarakat ini akan keamananharta, jiwa dan martabat mereka. Padahal mereka menguasai sebagian besar modal dankegiatan ekonomi di Indonesia dengan akibat mereka membawa keluar harta kekayaanmereka dan untuk sementara tidak melaukan investasi baru.

11.     Terdapatnya keterkaitan yang erat dengan yen Jepang, yang nilainya melemah terhadapdollar AS (lihat IDE). Setelah Plaza-Accord tahun 1985, kurs dollar AS dan juga matauang negara-negara Asia Timur melemah terhadap yen Jepang, karena mata uang negaranegaraAsia ini dipatok dengan dollar AS. Daya saing negara-negara Asia Timurmeningkat terhadap Jepang, sehingga banyak perusahaan Jepang melakukan relokasidan investasi dalam jumlah besar di negara-negara ini. Tahun 1995 kurs dollar AS berbalikmenguat terhadap yen Jepang, sementara nilai utang dari negara-negara ini dalam dollarAS meningkat karena meminjam dalam yen, sehingga menimbulkan krisis keuangan.(Ehrke: 2).

Di lain pihak harus diakui bahwa sektor riil sudah lama menunggu pembenahanyang mendasar, namun kelemahan ini meskipun telah terakumulasi selama bertahun-tahunmasih bisa ditampung oleh masyarakat dan tidak cukup kuat untuk menjungkir-balikkanperekonomian Indonesia seperti sekarang ini. Memang terjadi dislokasi sumber-sumberekonomi dan kegiatan mengejar rente ekonomi oleh perorangan/kelompok tertentu yangmenguntungkan mereka ini dan merugikan rakyat banyak dan perusahaan-perusahaanyang efisien. Subsidi pangan oleh BULOG, monopoli di berbagai bidang, penyaluran danayang besar untuk proyek IPTN dan mobil nasional. Timbulnya krisis berkaitan denganjatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS secara tajam, yakni sektor ekonomi luarnegeri, dan kurang dipengaruhi oleh sektor riil dalam negeri, meskipun kelemahan sectorriil dalam negeri mempunyai pengaruh terhadap melemahnya nilai tukar rupiah. Membenahisektor riil saja, tidak memecahkan permasalahan.

Krisis pecah karena terdapat ketidak seimbangan antara kebutuhan akan valas dalamjangka pendek dengan jumlah devisa yang tersedia, yang menyebabkan nilai dollar ASmelambung dan tidak terbendung. Sebab itu tindakan yang harus segera didahulukan untukmengatasi krisis ekonomi ini adalah pemecahan masalah utang swasta luar negeri,membenahi kinerja perbankan nasional, mengembalikan kepercayaan masyarakat dalamdan luar negeri terhadap kemampuan ekonomi Indonesia, menstabilkan nilai tukar rupiahpada tingkat yang nyata, dan tidak kalah penting adalahmengembalikan stabilitas socialdan politik.


2.2           Dampak pada masyarakat Indonesia
Dampak Krisis Moneter sangat besar bagi perekonomin Indonesia secarakhususnya, namun sektor lain pun terkena dampak dari terjadi krisis moneter ini mulaidari sektor pemerintahan sampai pada sektor sosial masyarakat.
Dari sektor ekonomiIndonesia, nilai rupiah yang turun drastis berakibat pada naiknya harga produk - produk import berimbas pula pada turunnya nilai pendapatan masyarakat ditambah lagi banyak terjadinya PHK pada pekerja - pekerja. Kenaikan harga produk - produk dipasaranmenaikkan nilai inflasi antara pertengaha tahun 1997-1998. Inflasi adalah saalah satudampak krisis moneter dilihat dari sektor ekonomi.Dari sektor ekonomi secara umum akibat dari menurunnya nilai rupiah menurut‘Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, dan Peran IMF’ berimbas pada  kesulitanmenutup APBN, harga telur/ayam naik, utang luar negeri dalam rupiah melonjak, hargaBBM/tarif listrik naik, tarif angkutan naik, perusahaan tutup atau mengurangi produksinya karena tidak bisa menjual barangnya dan beban utang yang tinggi, toko sepi,PHK di mana-mana, investasi menurun karena impor barang modal menjadi mahal, biayasekolah di luar negeri melonjak. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalamikontraksi sebesar 13,7% pada tahun 1998 dibandingkan dengan tahun 1997 yang terlihatmasih mengalami ekspansi 4,9% terlihat pada tabel 2.1 (Laporan Tahunan Bank Indonesia 1998/1999). Dampak lain yang terjadi adalah tingginya tingkat inflasi sepertiterlihat dari tabel I pada tahun 1997 inflasi sudah mulai tinggi. Tingginya tingkat inflasiterjadi antara pertengahan tahun 1997 sampai 1998.Pada sektor sosial masyarakatnya banyak jatuh miskin akibat semakin tingginyatingkat pengangguran sekaligus harga - harga beberapa bahan pokok yang mulaimerangkak naik dan mengancam kehidupan masyarakat pada masa itu. Pada tahun 1998, persentase penduduk miskin tercatat sebanyak 24,23 persen (49,5 juta orang) (DataStrategis BPS).. Tingginya angka kemiskinan tersebut dikarenakan krisis ekonomi yangmelanda Indonesia pada pertengahan 1997 yang berakibat pada meroketnya harga-hargakebutuhan dan berdampak parah pada penduduk miskin (Data Strategis BPS).Semakintingginya pengangguran tinggi pula tingkat kriminalitas yang terjadi.Seiring dampak sektor sosial yang terjadi dimasyarakat, dampak sektor sosial ini memicu pada sektor

politik dimana Soeharto sebagai pemegang kekuasaan tertinggi mulai diragukankeberadaannya. Berbagai tindakan kekerasan terjadi akibat berbagai masalah politik yangterjadi.Pada akhirnya, tanggal 21 Mei 1998 Soeharto secara resmi digantikan wakil presiden BJ.Habibie.

Dewasa ini semua permasalahan dalam krisis ekonomi berputar-putar sekitar kursnilai tukar valas, khususnya dollar AS, yang melambung tinggi jika dihadapkan denganpendapatan masyarakat dalam rupiah yang tetap, bahkan dalam beberapa hal turunditambah PHK, padahal harga dari banyak barang naik cukup tinggi, kecuali sebagiansektor pertanian dan ekspor. Imbas dari kemerosotan nilai tukar rupiah yang tajam secaraumum sudah kita ketahui: kesulitan menutup APBN, harga telur/ayam naik, utang luarnegeri dalam rupiah melonjak, harga BBM/tarif listrik naik, tarif angkutan naik, perusahaantutup atau mengurangi produksinya karena tidak bisa menjual barangnya dan beban utangyang tinggi, toko sepi, PHK di mana-mana, investasi menurun karena impor barang modalmenjadi mahal, biaya sekolah di luar negeri melonjak. Dampak lain adalah laju inflasi yangtinggi selama beberapa bulan terakhir ini, yang bukan disebabkan karena imported inflation4 ,tetapi lebih tepat jika dikatakan foreign exchange induced inflation. Masalah ini hanya biasdipecahkan secara mendasar bila nilai tukar valas bisa diturunkan hingga tingkat yangwajar atau nyata (riil). Dengan demikian roda perekonomian bisa berputar kembali danharga-harga bisa turun dari tingkat yang tinggi dan terjangkau oleh masyarakat, meskipuntidak kembali pada tingkat sebelum terjadinya krisis moneter.

Pada sisi lain merosotnya nilai tukar rupiah secara tajam juga membawa hikmah.Secara umum impor barang menurun tajam termasuk impor buah, perjalanan ke luar negeridan pengiriman anak sekolah ke luar negeri, kebalikannya arus masuk turis asing akanlebih besar, daya saing produk dalam negeri dengan tingkat kandungan impor rendahmeningkat sehingga bisa menahan impor dan merangsang ekspor khususnya yang berbasispertanian, proteksi industri dalam negeri meningkat sejalan dengan merosotnya nilai tukarrupiah, pengusaha domestik kapok meminjam dana dari luar negeri. Hasilnya adalahperbaikan dalam neraca berjalan.Petani yang berbasis ekspor penghasilannya dalam rupiahmendadak melonjak drastis, sementara bagi konsumen dalam negeri harga beras, gula, kopidan sebagainya ikut naik.Sayangnya ekspor yang secara teoretis seharusnya naik, tidakterjadi, bahkan cenderung sedikit menurun pada sektor barang hasil industri. Meskipunpenerimaan rupiah petani komoditi ekspor meningkat tajam, tetapi penerimaan ekspor dalamvalas umumnya tidak berubah, karena pembeli di luar negeri juga menekan harganya karenatahu petani dapat untung besar, dan negara-negara produsen lain juga mengalami depresiasidalam nilai tukar mata uangnya dan bisa menurunkan harga jual dalam nominasi valas.Hal yang serupa juga terjadi untuk ekspor barang manufaktur, hanya di sini ada kesulitanlain untuk meningkatkan ekspor, karena ada masalah dengan pembukaan L/C dan keadaansosial-politik yang belum menentu sehingga pembeli di luar negeri mengalihkan pesananbarangnya ke negara lain.

Sebagai dampak dari krisis ekonomi yang berkepanjangan ini, pada Oktober 1998 inijumlah keluarga miskin diperkirakan meningkat menjadi 7,5 juta, sehingga perlu dilancarkanprogram-program untuk menunjang mereka yang dikenal sebagai social safety net.Meningkatnya jumlah penduduk miskin tidak terlepas dari jatuhnya nilai tukar rupiahyang tajam, yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antara penghasilan yang berkurangkarena PHK atau naik sedikit dengan pengeluaran yang meningkat tajam karena tingkatinflasi yang tinggi, sehingga bila nilai tukar rupiah bisa dikembalikan ke nilai nyatanyamaka biaya besar yang dibutuhkan untuk social safety net ini bisa dikurangi secara drastis.

Namun secara keseluruhan dampak negatifnya dari jatuhnya nilai tukar rupiah masihlebih besar dari dampak positifnya.

Inflasi adalah salah satu dampak dari krisis moneter 1998. Laju inflasi pada tahun1998 yang diukur berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai angka 77,6 %.(Laporan Tahunan Bank Indonesia tahun 1998/1999). Tingkat inflasi yang hampir mencapai pada tingkat hyperinflasi. Menurut Laporan Tahunan Bank Indonesia tahun1998/1999 penyebab dari ringginya laju inflasi adalah tingginya tingkat penwaransedangkan pasokan yang menipis, menurunnya tingkat rupih sehingga meenaikkan harga barang-barang import sehingga meningkatkan harga barang secara umum. Selain itu, produksi barang yang menurun akibat menurunnya kegiatan produksi, kurang berhasilnya pertanian, dan distribusi yang terhambat akibat kerusuhan Mei 1998.

Penyebab Inflasi menurut beberapa referensi memiliki beberapa perbedaan.Menurut Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF, dan Saran menyatakan bahwa penyebab inflasi bukan dikarenakan imported inflationtapi lebih tepat dikatakanforeign exchange induced inflation. Karena krisis ini berkaitan dengan nilai tukar valasyang tinggi berakibat pada harga-harga barang import yang tinggi, bukan dikarenakannaiknya harga barang-barang import itu sendiri.. Jadi, lebih tepat dikatakan sebagai foreignexchange induced inflation.Berbeda halnya menurut Jurnal Akuntansi danKeuangan Inflasi di Indonesia yang menyatakan bahwa, penyebab inflasi dikarenakanimported inflation.

Inflasi dan pengangguran menurut buku-buku ekonomi memiliki kaitan erat.Keterkaitan antara inflasi dan pengangguran berkaitan secara negative dimana semakintinggi tingkat inflasi akan menurunkan tingkat pengangguran.


 Higher demand may over time cause firms to raise their prices, but in themeantime, it also encourages them to hire more workers and produce a larger quantity of  goods and services.  More hiring meanslower unemployment. Higher demand may over time cause firms to raise their prices, but in the meantime, it also encourages them to hiremore workers and produce a larger quantity of goods and services. More hiring meanslower unemployment.(Macroeconomic Gregory Mankiw : 14).

Permintaan dipasar pada krisis moneter ini sangat tinggi eshingga memunculkaninflasi. Namun, tidak selamanya konsep akan inflasi dan pengangguran berhubungannegative. Seperti yang terlihat inflasi yang terjadi di Indonesia pada krisis moneter 1998mencapai 77,6 % tapi pengangguran pun juga tinggi. Hal ini dikarenakan inflasi yangterjadi di Indonesia disebabkan turunnya nilai mata uang rupiah terhadap dollar AS yangmemicu harga-harga barang import naik sehingga menaikkan harga barang secara umumselain itu, banyaknya perusahaan yang bangkrut akibat utang luar negeri mereka sudahmulai jatuh tempo.

Jadi, tidak selamanya suatu konsep dalam ilmu pengetahuan sesuai dengankenyataan yang harus dihadapi. Konsep inflasi dan pengangguran yang berhubungannegative tidak dapat diberlakukan dalam inflasi yang terjadi di Indonesia karena penyebab terjadinya inflasi pun menjadi penentu.








2.3           Cara mengatasi krisis moneter 1998
Kebijakan - kebijakan ekonomi mulai diambil ketika krisis ini mulai muncul.Kebijakan secara makroekonomi Langkah kebijakan itu difokuskan untuk mengembalikan kestabilan mikroekonomi dan membangun kembali infrastruktur ekonomi, khususnya dibidang perbankan dan dunia usaha (Makalah Bank Indonesia :Peran Kebijakan Moneter dan Perbankan Dalam Mengatasi Krisis Ekonomi Indonesia).Kebijakan yang terfokus pada dua hal tersebut sangat tepat untuk diambil, seperti yangdiketahui krisis moneter yang terjadi sudah sangat menyerang perekonomian secarakeseluruhan sekaligus menyerang sector - sektor badan usaha. Secara umum langkahyang diambil dalam mengatasi masalah krisis moneter ini berpijak pada empat bidang pokok (Makalah Bank Indoensia : Peran Kebijakan Moneter dan Perbankan DalamMengatasi Krisis Ekonomi Indonesia) :

a.       Di bidang Moneter, ditempuh kebijakan moneter ketat untuk mengurangi lajuinflasi dan penurunan atau depresiasi nilai mata uang lokal secara berlebihan.

b.      Di bidang Fiskal, ditempuh dengan kebijakan yang terfokus pada upayrelokasi pengeluaran-pengeluaran untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.c.

c.       Di bidang Pengelolaan (governance), ditempuh dengan berbagai kebijakanuntuk penngelolaan baik di sector public atau swastad.

d.      Di bidang Perbankan, ditempuh dengan berbagai kebijakan untuk mengurangikelemahan dunia perbankan.

Secara umum kebijakan-kebijakan yang diambil untuk mengatasi sekaligus mencegahterjadinya krisis monter di kemudian hari. Secara khusus kebijakan yang diambil ketikakrisis moneter terjadi dengan cara mengupayakan stabilisasi dan pemulihan kegiatanekonomi, pemerintah telah menempuh beberapa kebijakan dari sisi permintaan maupun penawaran (Laporan Tahunan Bank Indonesia 1998/1999). Di sisi permintaan perlumenjadi perhatian khusus karena permintaan domestik mengalami kontraksi sebesar 17,6%, dengan sumbangan terhadap kontraksi PDB sebesar 18,4% kebijakan yangditempuh diarahkan untuk memulihkan kegiatan investasi, perdagangan, sertamengurangi dampak negatif krisis terutama terhadap golongan masyarakat miskin(Laporan Tahunan Bank Indonesia 1998/1999). Penurunan permintaan domestic ini berimbas pula pada penurunan konsumsi rumah tangga akibat daya beli masyrakat yangturun. Hal ini yang berimbas pada semakin banyaknya masyrakat miskin sehingga dalamkebijakan permintaan difokuskan pula pada masyarakat miskin untuk mengurangidampak-dampak yang akan ditimbulkan dari krisis monter ini. Penurunan investasi yangdisebabkan banyak faktor. Dua faktor utama adalah penurunan kepercayaan atas dayaserap pasar domestic dan perusahaan yang mengalami kesusahan dalam pembiayaansehingga tidak sempat untuk melakukan investasi. Kebijakan pemerintah dalammeningkatkan investasi dengan menghapuskan bea masuk unruk beberapa jenis barangmodal dan menerapkan kebijakantas holiday(Laporan Tahunan Bank Indonesia1998/1999). Hal ini untuk memudahkan perusahaan untuk melakukan produksi barangsemakin banyak perusahaan yang mulai berproduksi semakin tinggi pla tingkat investasiyang terjadi.Di sisi penawaran, Di sisi penawaran, kebijakan yang ditempuh lebih bersifat structuraluntuk membantu pemulihan kinerja sektor perbankan dan dunia usaha. Upaya untuk meredam tekanan inflasi dilakukan melalui kebijakan moneter yang ketat dan pemulihansisi pasokan terutama melalui penyediaan dan perluasan kredit program serta perbaikansistem distribusi. Pemulihan inflasi dari sisi penawaran berkaitan pada perluasan pemberian kredit kepada bank-bank umum sehingga memudahkan pengusaha kecil untuk menminjamkan dana dalam proses produksi. Dalam upaya pemenuhan pasokankebutuhan yang mengalami penurunan pemerintah memperbaiki dari sisi distribusi(Laporan Tahunan Bank Indonesia 1998/1999) dimana dengan mengurangi monopolisuatu badan dalm pengadaan pesokan dan membuka kepada badan lain seperti koperasiuntuk pemenuhan kebutuhan pokok.
Krisis moneter telah memberikan pelajaran yang sangat berharga untuk menentukankebijakan di masa depan, maka upaya yang paling utama dan mendesak bagi Indonesiadewasa ini adalah program penyelamatan yang bisa mengembalikan kepercayaanmasyarakat serta menstabilkan kurs rupiah pada nilai tukar yang nyata (bandingkan jugaStiglitz). Para ekonom dari CSIS berpendapat bahwa langkah yang harus diambil untukmengatasi kemelut ini adalah dengan menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar ASdalam tingkat yang wajar, restrukturisasi perbankan, dan penyelesaian masalah utangswasta dengan penjadwalan ulang (Kompas, 9 April 1998).

Kelompok kami menginterpretasikan nilai tukar nyata sebagai nilai tukar berdasarkanpurchasing power parity yang bisa menjaga keseimbangan dalam neraca berjalan dan yangbisa menjamin ekonomi nasional beroperasi. Dengan sistim ini, harga barang-barangproduksi dalam negeri dengan kandungan lokal tinggi bisa meningkat daya saingnyasehingga bisa berkembang dan orang tidak mengandalkan bahan impor karena menjadimahal, industrialisasi substitusi impor berlanjut, harga mobil terjangkau oleh masyarakat,impor secara otomatis akan berkurang (misalnya buah, jalan-jalan ke luar negeri, berobat diluar negeri, kirim anak sekolah di luar negeri, pola makan makanan yang bahannya gandum),dan meningkatkan ekspor. Kegiatan jasa hotel, perjalanan, perdagangan dan angkutan jugabisa hidup kembali.

Setelah mendapat pengalaman dari krisis ini, dana asing akan sangat hati-hati masukke Indonesia, begitupun pengusaha domestik akan sangat hati-hati untuk meminjam dariluar negeri. Ditambah dengan hilangnya insentif untuk meminjam dari luar negeri karenabiaya pinjaman yang lebih rendah diimbangi dengan tingkat depresiasi yang lebih tinggidan karena tidak adanya lagi intervensi kurs oleh BI.Dengan demikian sumber utama krisisdi masa lalu untuk masa mendatang sudah dapat dieliminir, sejauh persyaratan di atas biasdipenuhi. Dengan demikian, kegiatan ekonomi Indonesia terutama harus ditunjang olehkekuatan sendiri berdasarkan dana modal yang tersedia di dalam negeri. Dunia perbankannasional juga telah diajarkan dari manfaat jangka panjang untuk bertindak prudent.

Bank Dunia menyarankan mengembalikan kepercayaan terhadap rupiah denganempat kebijakan utama: restrukturisasi beban utang swasta, reformasi dan memperkuatsistim perbankan, memperbaiki “governance”, dan menjaga stabilitas fiskal dan moneterselama masa transisi (World Bank, 1998, p. 2.2).

Inti dari pemecahan krisis moneter dalam jangka pendek haruslah ditujukan kepadapencegahan penumpukan pembayaran utang luar negeri, baik swasta maupun pemerintah,pada suatu saat tertentu dan membagi (spread-out) pembayaran ini secara merata dalamjangka waktu yang lebih panjang pada tingkat yang terkendali (manageable).

Beberapa saran dari kelompok kami untuk mengatasi krisis ekonomi dewasa ini adalahsebagai berikut:

1.      Karena Indonesia telah menanda-tangani persetujuan program reformasi structuralekonomi dengan IMF, maka pemerintah juga harus melaksanakannya dengan konsekuen,terlebih lagi karena bantuan IMF ini terkait dengan bantuan negara-negara donor lainnyayang jumlahnya sangat besar. Pemerintah melaksanakan reformasi dan restrukturisasisektor riil dan keuangan secara konsekuen untuk memperkuat fundamental ekonomiIndonesia. Makin cepat pemerintah melaksanakan program-program reformasi, makincepat juga dananya cair. Yang nanti akan menjadi masalah adalah bagaimana membayarutang bantuan darurat yang mencapai US$ 46 milyar tersebut di samping utang-utangpemerintah dan swasta yang ada.

Namun pemerintah, dalam hal ini Departemen Keuangan dan Bank Indonesia, harusbertindak proaktif menghadapi IMF dengan mengajukan saran-sarannya sendiri danmenolak program-program yang tidak relevan dan cenderung merugikan Indonesia.

2.      Membentuk kabinet baru yang terdiri atas teknokrat untuk mengembalikan kepercayaanmasyarakat Indonesia maupun luar negeri akan kesungguhan program reformasi. Denganadanya kepercayaan ini, termasuk program reformasi IMF, diharapkan akan terjadi arusbalik devisa dan masuknya modal luar negeri.

3.      Mengusahakan penundaan pembayaran utang resmi pemerintah berupa pembayarancicilan pokok dan bunga selama misalnya dua tahun melalui Paris Club. Sejauh iniIndonesia memang selalu patuh untuk membayar semua utang-utangnya secara tepatwaktu, yang juga selalu mendapatkan pujian dari Bank Dunia dan IMF. Namun dalamkeadaan krisis yang parah ini, apa salahnya jika Indonesia meminta penundaan waktupembayaran kembali utang? Nama Indonesiapun tidak menjadi jelek karenanya, sebabParis Club adalah instrumen internasional yang memang khusus dirancang untukmembantu negara-negara sedang berkembang dalam menghadapi masalah pembayarankembali utang-utang luar negeri pemerintah. Sementara ini sudah banyak negara sedangberkembang yang memanfaatkan fasilitas ini. Dengan demikian, Indonesia bisa bernapasuntuk memperkuat posisi cadangan devisanya. Sebab menurut APBN tahun 1998/99jumlah pembayaran cicilan utang pokok luar negeri beserta bunganya mencapai US$7.560 juta, sementara pinjaman luar negeri baru sebesar US$ 6.450 juta. Jumlah ini sangatberarti untuk memperkuat cadangan devisa negara. Seandainya Indonesia tidak menerimabantuan barupun, maka masih ada selisih positif sebesar lebih dari US$ 1 milyar yang bisa dihemat. Keuntungan dari penundaan pembayaran utang ini adalah, bahwa bebanutang tidak menjadi bertambah, hanyasaja jangka waktu pembayaran kembalinya sajayang lebih panjang, tanpa merusak nama Indonesia sebagai debitur yang baik. Bila Jepanghanya mau membantu dengan dengan menambah pinjaman baru, berarti bahwa bebanutang termasuk pembayaran bunga untuk di kemudian hari akan bertambah besar.Penjadwalan kembali pembayaran utang resmi pemerintah ini juga akan banyakmembantu meringankan defisit anggaran belanja, terlebih lagi dengan semakinterpuruknya nilai tukar rupiah semakin besar pula defisit dalam anggaran belanja Negarayang harus ditutup. Hal ini telah dilakukan oleh pemerintah dan telah dicapaikesepakatan, bahwa Indonesia akan menunda pembayaran cicilan utang pokoknyasaja.

4.      Menstabilkan nilai tukar rupiah pada tingkat yang riil, artinya tidak lagi overvalued ketikaregim managed floating, bahkan bisa dipertimbangkan untuk membiarkannya sedikitundervalued untuk meningkatkan daya saing secara internasional dan merangsangproduksi dalam negeri dan ekspor. Nilai tukar nyata yang wajar ini harus dicari denganmemperhatikan kriteria-kriteria berikut, paling tidak tingkat depresiasi rupiah tidak lebihrendah dari depresiasi nyatanya. Dengan kurs ini defisit anggaran belanja negara biasditekan, juga tingkat inflasi,pembayaran utang luar negeri pemerintah dan swasta dalamrupiah dapat ditekan sehingga mampu dikembalikan, begitupun harga BBM/listrik danpakan ternak, harga barang-barang produksi dalam negeri dapat terjangkau termasuksembako dan pabrik-pabrik beroperasi kembali, orang-orang yang menganggur dapatbekerja kembali, jumlah penduduk miskin dapat ditekan kembali dan jaringan keamanansosial tidak lagi diperlukan, biaya angkutan udara bisa diturunkan, perjalanandomesticdan luar negeri dapat hidup kembali. Dilain pihak kurs dollar AS ini harus cukup tinggiuntuk menahan impor berbagai macam barang dan bahan serta meningkatkan dayasaing produk dalam negeri termasuk buah-buahan, insentif untuk meminjam dana dariluar negeri hilang, biaya perjalanan ke dan sekolah di luar negeri tetap masih mahal,yang semuanya mengurangi pengurangan devisa. Sebaliknya daya saing ekspor masihcukup tinggi, sehingga ekspor masih bisa tetap bergairah. Bila ini disadari sebagai halyang utama dan yang paling mendesak untuk mengakhiri krisis ini, maka seluruh dayaupaya dan pikiran dapat diarahkan untuk memecahkan persoalannya.

5.      Kebijakan depresiasi nilai tukar yang relatif besar dampaknya sama seperti kebijakanproteksi produksi dalam negeri, karena merubah perbandingan harga antara barangdalam negeri aktif dalam forum-forum internasional seperti APEC, ASEAN, dansebagainya untuk mencari pemecahan atas krisis moneter yang sedang melanda banyaknegara Asia Timur. Masalah pokoknya adalah bagaimana memperkuat nilai tukar matauang masing-masing kembali pada tingkat yang wajar. Misalnya dengan mengajukangagasan-gagasan pemecahan yang konkrit dan mendesak diadakannya pertemuanpertemuandengan segera. Hingga kini sikap pemerintah Indonesia terkesan pasif.

6.      Mengadakan negosiasi ulang utang luar negeri swasta Indonesia dengan para kreditoruntuk meminta penundaan pembayaran, yang sekarang sedang diusahakan oleh TimPenanggulangan Utang Luar Negeri Swasta (PULNS) atau Indonesian Debt RestructuringAgency (INDRA).

7.      Mengembalikan stabilitas sosial dan politik dan rasa aman secepatnya sehingga biasmemulihkan kepercayaan pemilik modal dalam dan luar negeri.

8.      Untuk mengembalikan kepercayaan dari masyarakat yang menyimpan uangnya di dalamnegeri, pemerintah bisa mempertimbangkan melakukan operasi swap, apalagi didukungoleh cadangan devisa pemerintah yang semakin membesar.

9.      Menghalangi kemungkinan kegiatan spekulasi valas besar-besaran dengan mempelajarikemungkinan melakukan pengawasan devisa secara terbatas tanpa melepas prinsipregim devisa bebas atau melanggar kesepakatan dengan IMF, misalnya transfer pribadidibatasi sampai jumlah tertentu, US$ 10.000. Selanjutnya tidak memberi peluang untukmemperdagangkan rupiah atau menaruh deposito Rupiah di luar negeri. Deposito valashanya boleh di bank-bank devisa dalam negeri dan tidak boleh ditempatkan di luar.Krugman juga menganjurkan memungut pajak atas dana yang masuk dan membuatperaturan yang menghambat pengiriman dana ke luar (lihat Wessel dan Davis, hal. 16).



























BAB 3
PENUTUP
3.1             Kesimpulan
Krisis Moneter yang dialami Indonesia pada pertengahan tahun 1997 sampai akhir tahun1998 yang berdampak pada lemahnya perekonomian Indonesia. Faktor utama penyebab krisis monter ini adalah turunnya nilai tukar rupiah atas dollar AS. Faktor lainyang menjadi pemicunya adalah tingkat utang perusahaan swasta yang tinggi dan sudahmulai jatuh tempo pada tahun-tahun tersebut, hal ini diperparah dengan berbagai musibahnasional yang terjadi seperti Krisis Monter yang membawa dampak besar bagi seluruhsegi kehidupan Indonesia yaitu :

Segi Ekonomi :
·  Inflasi tinggi
·  Banyaknya perusahaan yang tutup akibat utang luar negeri merekayang membengkak 
·  Pengangguran tinggi
·  Rendahnya tingkat investasi dan tabungan masyarakat

Segi Sosial Politik
·  Banyak kerusuhan dimana-mana akibat rasa ketidakpercayaanmasyarakat terhadap kepemimpinan presiden
·  Turunnya Soeharto sebagai presiden
·  Banyak rakyat miskin
Dampak dari Krisis Moneter tersebut salah satunya adalah tingkat inflasi yangtinggi dan pengangguran yang tinggi pula. Kedua hal tersebut bila dihubungkan menurutilmu makro ekonomi tidak cocok. Karena tingginya tingkat inflasi berhubungan negativedengan tingkat pengangguran. Semakin tinggi tingkat inflasi maka semakin turun tingkat pengangguran tersebut. Bila dikaji lebih lanjut hal tersebut tidak bisa dijadikan sebagaikonsep utama. Jadi, hubungan antara keduanya bergantung pada faktor penyebabterjadinya tingkat inflasi dan pengangguran tersebut.
3.2             Saran
Dari segala paparan materi yang telah disampaikan pada makalah ini kelompok kami memang masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kelompok kami menerima saran berupa kritik dan saran kepada kelompok kami, agar kedepannya kelompok kami dapat membuat makalah dengan lebih baik.




















DAFTAR PUSTAKA

Mankiw N. Gregory; 2008; Macroeconomics;

Atmaja Adwin S.; 1999; Inflasi Di Indonesia : Sumber-Sumber Penyebab danPengendalian; Jurnal Akuntansi dan Keungan Vol.1.(http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/aku/article/viewFile/15656/15648%2526em bedded%253Dtrue)Diakses pada 23 Oktober 2011.

Tarmidi Lapi T.; Krisis Moneter : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran.(http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/427EA160-F9C2-4EB0-9604-C55B96FC07C6/3015/bempvol1no4mar.pdf)Diakses pada tanggal 19 Oktober 2011.

Laporan Tahunan 1998/1999 Bank Indonesia(http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Laporan+Tahunan/Laporan+Perekonomian+Indonesia/LapTah+1998+1999.htm)Diakses pada tanggal 23 Oktober 2011

Data Strategis BPS; CV. Nasional Indah.(http://www.bps.go.id/65tahun/data_strategis_2011.pdf)Diakses pada tanggal 22Oktober 2011

Abdullah Burhanuddin; 2003; Peran Kebijakan Ekonomi dan Perbankan DalamMengatasi Krisis Ekonomi Indonesia; Makalah Bank Indonesia; Jakarta(http://www.bi.go.id/biweb/html/sambutan/makalah-13-2003-gbi.pdf)Diakses padatanggal 27 Oktober 2011


Anwar, Moh. Arsjad. 1997. “Transformasi Struktur Perekonomian Indonesia: Poladan Potensi”, dalam: M. Pangestu, I. Setiati (penyunting), Mencari Paradigma Baru PembangunanIndonesia, Jakarta: CSIS, hal. 33-48.

Bank Indonesia. 1998. “Financial Crisis in Indonesia”, Jakarta, August.Bello, W. 1998. “Mencari Solusi Alternatif untuk Mengatasi Krisis”, saduran, Jakarta:Kompas, 1 September, hal. 3.

Ehrke, M.1998. “Pangloss oder die beste aller moeglichen Welten, Ursachen undAuswirkungen der Asienkrise”, Bonn: Friedrich Ebert Stiftung, Februari.

Fischer, S. 1998a. “IMF dan Krisis Asia”, Kompas, Jakarta, 6 April.
________. 1998b. “Peranan IMF Saat Krisis”, Kompas, Jakarta, 8 April.
________. 1998c. “The Asian Crisis and the Changing Role of the IMF”,Washington,D.C.: Finance & Development, Vol. 35 No. 2, June, pp. 2-5.

Greenwood, J. 1997. “The Lessons of Asia’s Currency Crisis”, Hong Kong: The AsianWall Street Journal, 9 Oktober, hal. 6.

Gunawan, A.H., Sri Mulyani I.. 1998. “Krisis Ekonomi Indonesia dan Reformasi (Makro)Ekonomi”, makalah pada Simposium Kepedulian Universitas Indonesia Terhadap TatananMasa Depan Indonesia”, Kampus UI, Depok, 30 Maret - 1 April

http://www.academia.edu/3827540/KRISIS_EKONOMI_INDO_2


Note : Ini adalah tugas kelompok mata kuliah perekonomian Indonesia