MAKALAH
PEREKONOMIAN INDONESIA
TRAGEDI
1998
DISUSUN
OLEH :
1.
DIAN PUSPITA SARI (22214992)
2.
DWI ARYO AGUNG SEDAYU (23214276)
3.
HITLER PATIAR (25214009)
4.
ISMIA NUR BAROKAH (25214515)
5.
MUHAMMAD BAYU AJI SANTOSO (27214130)
6.
NIKO BAYU HERLAMBANG (27214946)
7.
SIANTA (2A214254)
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Pemanfaatan Plastik Sebagai Barang Berguna ini
dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.Dan juga kami berterima kasih
kepada Immi Fiska Tarigan dan kerabat kami yang telah membantu menyelesaikan
makalah kami mengenai “Tragedi 1998”
Sebagai upaya untuk
mencapai tujuan pembelajaran ekonomi, maka makalah ini disusun sesuai dengan satuan
acara perkuliahan (SAP). Oleh karena itu semoga makalah ini dapat memberikan
pengetahuan dan pengembangan wawasan mahasiswa/i dalam memahami ilmu ekonomi.
Kami menghaturkan terima
kasih kepada para penulis yang telah menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat untuk kita semua. Kami
mengharapkan dapat menggunakan makalah ini dengan sebaik baiknya. Segala kritik
dan saran kami harapkan dan kami terima dan akan dijadikan masukan yang
berharga untuk perbaikan makalah kami selanjutnya, kami mengucapkan terima
kasih.
Bekasi, 27 APRIL 2015
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar....................................................................................................................... iiDaftar Isi................................................................................................................................ iii
BAB 1
Pendahuluan......................................................................................................................... 11.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................. 2
1.3 Tujuan............................................................................................................. 2
BAB 2
Pembahasan........................................................................................................................ 3
2.1 Penyebab terjadinya krisis tahun
1998....................................................... 3
2.2 Dampak pada masyarakat Indonesia………................................................... 12
2.3.Cara mengatasi krisis moneter 1998.................................................................... 16
BAB 3
Penutup.................................................................................................................................. 25
3.1
Kesimpulan.......................................................................................................... 253.2 Saran.................................................................................................................... 26
Daftar Pustaka................................................................................................................... 27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
TAHUN
1998 menjadi saksi bagi tragedi perekonomian bangsa.Keadaannya berlangsung
sangat tragis dan tercatat sebagai periode paling suram dalam sejarah
perekonomian Indonesia. Mungkin dia akan selalu diingat, sebagaimana kita
selalu mengingat black Tuesday yang menandai awal resesi ekonomi dunia tanggal
29 Oktober 1929 yang juga disebut sebagai malaise.
Hanya
dalam waktu setahun, perubahan dramatis terjadi.Prestasi ekonomi yang dicapai
dalam dua dekade, tenggelam begitu saja. Dia juga sekaligus membalikkan semua
bayangan indah dan cerah di depan mata menyongsong milenium ketiga.
Selama
periode sembilan bulan pertama 1998, tak pelak lagi merupakan periode paling
hiruk pikuk dalam perekonomian. Krisis yang sudah berjalan enam bulan selama
tahun 1997,berkembang semakin buruk dalam tempo cepat. Dampak krisis pun mulai
dirasakan secara nyata oleh masyarakat, dunia usaha.
Dana
Moneter Internasional (IMF) mulai turun tangan sejak Oktober 1997, namun terbukti
tidak bisa segera memperbaiki stabilitas ekonomi dan rupiah.Bahkan situasi
seperti lepas kendali, bagai layang-layang yang putus talinya.Krisis ekonomi
Indonesia bahkan tercatat sebagai yang terparah di Asia Tenggara.
Seperti
efek bola salju, krisis yang semula hanya berawal dari krisis nilai tukar baht
di Thailand 2 Juli 1997, dalam tahun 1998 dengan cepat berkembang menjadi
krisis ekonomi, berlanjut lagi krisis sosial kemudian ke krisis politik.
Akhirnya,
dia juga berkembang menjadi krisis total yang melumpuhkan nyaris seluruh
sendi-sendi kehidupan bangsa. Katakan, sektor apa di negara ini yang tidak
goyah. Bahkan kursi atau tahta mantan Presiden Soeharto pun goyah, dan akhirnya
dia tinggalkan. Mungkin Soeharto, selama sisa hidupnya akan mengutuk devaluasi
baht, yang menjadi pemicu semua itu.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa penyebab
terjadinya krisis ekonomi di tahun 1998?
2. Apa dampak
bagi masyarakat Indonesia?
3. Bagaimana
cara penanggulangannya?
1.3 Tujuan Pembahasan
Diharapkan seluruh pembaca dari
makalah ini dapat mengetahui tentang apa yang terjadi di indonesia pada tahun
1998, dan bisa memahami isi makalah dengan baik
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Penyebab
terjadinya krisis ekonomi 1998
Penyebab
dari krisis ini bukanlah fundamental ekonomi Indonesia yang selama inilemah,
hal ini dapat dilihat dari data-data statistik di atas, tetapi terutama karena
utangswasta luar negeri yang telah mencapai jumlah yang besar.Yang jebol
bukanlah sektorrupiah
dalam negeri, melainkan sektor luar negeri, khususnya nilai tukar dollar AS
yangmengalami overshooting yang sangat jauh dari nilai nyatanya.Krisis
yang berkepanjanganini adalah krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat
tajam, akibat dari serbuan yangmendadak dan secara bertubi-tubi terhadap dollar
AS (spekulasi) dan jatuh temponya utangswasta luar negeri dalam jumlah besar.
Seandainya tidak ada serbuan terhadap dollar ASini, meskipun terdapat banyak
distorsi pada tingkat ekonomi mikro, ekonomi Indonesiatidak akan mengalami
krisis. Dengan lain perkataan, walaupun distorsi pada tingkat ekonomimikro ini
diperbaiki, tetapi bila tetap ada gempuran terhadap mata uang rupiah, maka
krisisakan terjadi juga, karena cadangan devisa yang ada tidak cukup kuat untuk
menahangempuran ini. Krisis ini diperparah lagi dengan akumulasi dari berbagai
faktor penyebablainnya yang datangnya saling bersusulan.Analisis dari
faktor-faktor penyebab ini penting,karena penyembuhannya tentunya tergantung
dari ketepatan diagnosa.
Anwar
Nasution melihat besarnya defisit neraca berjalan dan utang luar negeri,ditambah
dengan lemahnya sistim perbankan nasional sebagai akar dari terjadinya krisisfinansial
(Nasution: 28). Bank Dunia melihat adanya empat sebab utama yang bersamasamamembuat
krisis menuju ke arah kebangkrutan (World Bank, 1998, pp. 1.7 -1.11).
1. Yangpertama
adalah akumulasi utang swasta luar negeri yang cepat dari tahun 1992 hingga
Juli1997, sehingga l.k. 95% dari total kenaikan utang luar negeri berasal dari
sektor swasta ini,dan jatuh tempo rata-ratanya hanyalah 18 bulan. Bahkan selama
empat tahun terakhirutang luar negeri pemerintah jumlahnya menurun.
2. Sebab
yang kedua adalah kelemahanpada sistim perbankan.
3. Ketiga
adalah masalah governance, termasuk kemampuan pemerintahmenangani dan
mengatasi krisis, yang kemudian menjelma menjadi krisis kepercayaan dan
keengganan
donor untuk menawarkan bantuan finansial dengan cepat.
4. Yang
keempat adalahketidak pastian politik menghadapi Pemilu yang lalu dan
pertanyaan mengenai kesehatanPresiden Soeharto pada waktu itu.
Sementara
menurut penilaian kelompok kami,
penyebab utama dari terjadinya krisis yangberkepanjangan ini adalah merosotnya
nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangattajam, meskipun ini bukan
faktor satu-satunya, tetapi ada banyak faktor lainnya yang berbedamenurut sisi
pandang masing-masing pengamat. Berikut ini diberikan rangkuman dariberbagai
faktor tersebut menurut urutan kejadiannya:
1. Dianutnya
sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang
memadai,memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk secara
bebasberapapun jumlahnya. Kondisi di atas dimungkinkan, karena Indonesia
menganut rezimdevisa bebas dengan rupiah yang konvertibel, sehingga membuka
peluang yang sebesarbesarnyauntuk orang bermain di pasar valas. Masyarakat bebas
membuka rekeningvalas di dalam negeri atau di luar negeri. Valas bebas
diperdagangkan di dalam negeri,sementara rupiah juga bebas diperdagangkan di
pusat-pusat keuangan di luar negeri.
2. Tingkat
depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga
5,8%(1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar
nyatanya,menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued.
Ditambah dengan kenaikanpendapatan penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya
relatif lebih cepat darikenaikan pendapatan nyata dalam Rupiah, dan produk
dalam negeri yang makin lamamakin kalah bersaing dengan produk impor. Nilai
Rupiah yang overvalued berarti jugaproteksi industri yang negatif.
Akibatnya harga barang impor menjadi relatif murah danproduk dalam negeri
relatif mahal, sehingga masyarakat memilih barang impor yangkualitasnya lebih
baik. Akibatnya produksi dalam negeri tidak berkembang, ekspormenjadi kurang
kompetitif dan impor meningkat. Nilai rupiah yang sangat overvalued inisangat
rentan terhadap serangan dan permainan spekulan, karena tidak mencerminkan
nilai tukar yang nyata.
3. Akar
dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek
danmenengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena
tidak tersediacukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta
bunganya (bandingkanjuga Wessel et al.: 22), ditambah sistim perbankan nasional
yang lemah. Akumulasiutang swasta luar negeri yang sejak awal tahun 1990-an
telah mencapai jumlah yangsangat besar, bahkan sudah jauh melampaui utang resmi
pemerintah yang beberapa
tahun terakhir malah sedikit berkurang (oustanding
official debt). Ada tiga pihak yangbersalah di sini, pemerintah, kreditur
dan debitur.Kesalahan pemerintah adalah, karenatelah memberi signal yang salah
kepada pelaku ekonomi dengan membuat nilai rupiahterus-menerus overvalued dan
suku bunga rupiah yang tinggi, sehingga pinjaman dalamrupiah menjadi relatif
mahal dan pinjaman dalam mata uang asing menjadi relatif murah.Sebaliknya,
tingkat bunga di dalam negeri dibiarkan tinggi untuk menahan pelariandana ke
luar negeri dan agar masyarakat mau mendepositokan dananya dalam rupiah.Jadi di
sini pemerintah dihadapi dengan buah simalakama.Keadaan ini
menguntungkanpengusaha selama tidak terjadi devaluasi dan ini terjadi selama
bertahun-tahun sehinggamemberi rasa aman dan orang terus meminjam dari luar
negeri dalam jumlah yang semakinbesar. Dengan demikian pengusaha hanya bereaksi
atas signal yang diberikan olehpemerintah. Selain itu pemerintah sama sekali
tidak melakukan pengawasan terhadap utang-utang
swasta luar negeri ini, kecuali yang berkaitan dengan proyek pemerintahdengan
dibentuknya tim PKLN. Bagi debitur dalam negeri, terjadinya utang swasta
luarnegeri dalam jumlah besar ini, di samping lebih menguntungkan, juga
disebabkan suatugejala yang dalam teori ekonomi dikenal sebagai fallacy of
thinking2 , di mana pengusahaberamai-ramai melakukan investasi di bidang
yang sama meskipun bidangnya sudahjenuh, karena masing-masing pengusaha hanya
melihat dirinya sendiri saja dan tidakmemperhitungkan gerakan pengusaha
lainnya. Pihak kreditur luar negeri juga ikutbersalah, karena kurang hati-hati
dalam memberi pinjaman dan salah mengantisipasikeadaan (bandingkan IMF, 1998:
5).Jadi sudah sewajarnya, jika kreditur luar negeri jugaikut menanggung
sebagian dari kerugian yang diderita oleh debitur.
Kalau masalahnya hanya menyangkut utang luar negeri
pemerintah saja, meskipunmasalahnya juga cukup berat karena selama
bertahun-tahun telah terjadi net capitaloutflow yang kian lama kian
membesar berupa pembayaran cicilan utang pokok danbunga, namun masih bisa
diatasi dengan pinjaman baru dan pemasukan modal luarnegeri dari sumber-sumber
lain. Beda dengan pinjaman swasta, pinjaman luar negeripemerintah sifatnya jangka
panjang, ada tenggang waktu pembayaran, tingkat bunganyarelatif rendah, dan
tiap tahunnya ada pemasukan pinjaman baru.
Pada awal Mei 1998 besarnya utang luar negeri swasta
dari 1.800 perusahaandiperkirakan berkisar antara US$ 63 hingga US$ 64 milyar, sementara
utang pemerintahUS$ 53,5 milyar. Sebagian besar dari pinjaman luar negeri
swasta ini tidak di hedge(Nasution: 12). Sebagian orang Indonesia malah
bisa hidup mewah dengan menikmatiselisih biaya bunga antara dalam negeri dan
luar negeri (Wessel et al., hal. 22), misalnyabank-bank.Maka beban pembayaran
utang luar negeri beserta bunganya menjadi tambahbesar yang dibarengi oleh
kinerja ekspor yang melemah (bandingkan IDE).Ditambahlagi dengan kemerosotan
nilai tukar rupiah yang tajam yang membuat utang dalam nilairupiah membengkak
dan menyulitkan pembayaran kembalinya.
Pinjaman luar negeri dan dana masyarakat yang masuk
ke sistim perbankan, banyakyang dikelola secara tidak prudent, yakni
disalurkan ke kegiatan grupnya sendiri danuntuk proyek-proyek pembangunan
realestat dan kondomium secara berlebihan sehinggajauh melampaui daya beli
masyarakat, kemudian macet dan uangnya tidak kembali(Nasution: 28; Ehrke: 3).
Pinjaman-pinjaman luar negeri dalam jumlah relatif besar yangdilakukan oleh
sistim perbankan sebagian disalurkan ke sektor investasi yang tidakmenghasilkan
devisa (non-traded goods) di bidang tanah seperti pembangunan hotel,
resortpariwisata, taman hiburan, taman industri, shopping malls dan
realestat (Nasution: 9;IMF Research Department Staff: 10). Proyek-proyek besar
ini umumnya tidakmenghasilkan barang-barang ekspor dan mengandalkan pasar dalam
negeri, maka sedikitsekali pemasukan devisa yang bisa diandalkan untuk membayar
kembali utang luarnegeri. Krugman melihat bahwa para financial intermediaries
juga berperan di Thailanddan Korea Selatan dengan moral nekat mereka, yang
menjadi penyebab utama dari krisisdi Asia Timur.Mereka meminjamkan pada
proyek-proyek berisiko tinggi sehingga terjadiinvestasi berlebihan di sektor
tanah (Krugman, 1998; Greenwood).Mereka mulai mencaridollar AS untuk membayar
utang jangka pendek dan membeli dollar AS untuk di hedge(World Bank,
1998, hal. 1.4).
4. Permainan
yang dilakukan oleh spekulan asing (bandingkan juga Ehrke: 2-3) yang
dikenalsebagai hedge funds tidak mungkin dapat dibendung dengan melepas
cadangan devisayang dimiliki Indonesia pada saat itu, karena praktek margin
trading, yang memungkinkandengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah
besar. Dewasa ini mata uang sendirisudah menjadi komoditi perdagangan, lepas
dari sektor riil. Para spekulan ini jugameminjam dari sistim perbankan untuk
memperbesar pertaruhan mereka. Itu sebabnyamengapa Bank Indonesia memutuskan
untuk tidak intervensi di pasar valas karenatidak akan ada gunanya. Meskipun
pada awalnya spekulan asing ikut berperan, tetapimereka tidak bisa disalahkan
sepenuhnya atas pecahnya krisis moneter ini. Sebagiandari mereka ini justru
sekarang menderita kerugian, karena mereka membeli rupiah dalamjumlah cukup
besar ketika kurs masih di bawah Rp. 4.000 per dollar AS denganpengharapan ini
adalah kurs tertinggi dan rupiah akan balik menguat, dan pada saat itumereka
akan menukarkan kembali rupiah dengan dollar AS (Wessel et al., hal.1).Namun
pemicu adalah krisis moneter kiriman yang berawal dari Thailand antaraMaret
sampai Juni 1997, yang diserang terlebih dahulu oleh spekulan dan
kemudianmenyebar ke negara Asia lainnya termasuk Indonesia (Nasution: 1; IMF
ResearchDepartment Staff: 10; IMF, 1998: 5). Krisis moneter yang terjadi sudah
saling kait-mengkaitdi kawasan Asia Timur dan tidak bisa dipisahkan satu sama
lainnya (butir 16 daripersetujuan IMF 15 Januari 1998).
5. Kebijakan
fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai tukar dengan
pitabatas intervensi. Sistim ini menyebabkan apresiasi nyata dari nilai tukar
rupiah danmengundang tindakan spekulasi ketika sistim batas intervensi ini
dihapus pada tanggal14 Agustus 1997 (Nasution: 2). Terkesan tidak adanya
kebijakan pemerintah yang jelasdan terperinci tentang bagaimana mengatasi
krisis (Nasution: 1) dan keadaan ini masihberlangsung hingga saat ini. Ketidak
mampuan pemerintah menangani krisismenimbulkan krisis kepercayaan dan
mengurangi kesediaan investor asing untukmemberi bantuan finansial dengan cepat
(World Bank, 1998: 1.10).
6. Defisit
neraca berjalan yang semakin membesar (IMF Research Department Staff: 10;
IDE),yang disebabkan karena laju peningkatan impor barang dan jasa lebih besar
dari ekspordan melonjaknya pembayaran bunga pinjaman. Sebab utama adalah nilai
tukar rupiahyang sangat overvalued, yang membuat harga barang-barang
impor menjadi relatif murahdibandingkan dengan produk dalam negeri.
7. Penanam
modal asing portfolio yang pada awalnya membeli saham besar-besaran
dimingimingikeuntungan yang besar yang ditunjang oleh perkembangan moneter yang
relativestabil kemudian mulai menarik dananya keluar dalam jumlah besar
(bandingkan WorldBank, 1998, hal. 1.3, 1.4; Greenwood). Selisih tingkat suku
bunga dalam negeri denganluar negeri yang besar dan kemungkinan memperoleh
keuntungan yang relatif besardengan cara bermain di bursa efek, ditopang oleh
tingkat devaluasi yang relatif stabilsekitar 4% per tahun sejak 1986
menyebabkan banyak modal luar negeri yang mengalirmasuk. Setelah nilai tukar
Rupiah tambah melemah dan terjadi krisis kepercayaan, danamodal asing terus
mengalir ke luar negeri meskipun dicoba ditahan dengan tingkat bungayang tinggi
atas surat-surat berharga Indonesia (Nasution: 1, 11). Kesalahan juga
terletakpada investor luar negeri yang kurang waspada dan meremehkan resiko
(IMF, 1998: 5).Krisis ini adalah krisis kepercayaan terhadap rupiah (World
Bank, 1998, p. 2.1).
8. IMF
tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran dana bantuan
yangdijanjikannya dengan alasan pemerintah tidak melaksanakan 50 butir
kesepakatandengan baik. Negara-negara sahabat yang menjanjikan akan membantu
Indonesia jugamenunda mengucurkan bantuannya menunggu signal dari IMF, padahal
keadaanperekonomian Indonesia makin lama makin tambah terpuruk. Singapura
yangmenjanjikan l.k. US$ 5 milyar meminta pembayaran bunga yang lebih tinggi
dari pinjamanIMF, sementara Brunei Darussalam yang menjanjikan l.k. US$ 1
milyar baru akanmencairkan dananya sebagai yang terakhir setelah semua pihak
lain yang berjanji akanmembantu telah mencairkan dananya dan telah habis
terpakai. IMF sendiri dinilai banyakpihak telah gagal menerapkan program
reformasinya di Indonesia dan malah telah mempertajam
dan memperpanjang krisis.
9. Spekulan
domestik ikut bermain (Wessel et al., hal. 22). Para spekulan inipun
tidaksemata-mata menggunakan dananya sendiri, tetapi juga meminjam dana dari
sistimperbankan untuk bermain
10. Terjadi
krisis kepercayaan dan kepanikan yang menyebabkan masyarakat luas
menyerbumembeli dollar AS agar nilai kekayaan tidak merosot dan malah bisa
menarik keuntungandari merosotnya nilai tukar rupiah. Terjadilah snowball
effect, di mana serbuan terhadapdollar AS makin lama makin besar.
Orang-orang kaya Indonesia, baik pejabat pribumidan etnis Cina, sudah sejak
tahun lalu bersiap-siap menyelamatkan harta kekayaannyake luar negeri mengantisipasi
ketidak stabilan politik dalam negeri. Sejak awal Desember1997 hingga awal Mei
1998 telah terjadi pelarian modal besar-besaran ke luar negerikarena ketidak
stabilan politik seperti isu sakitnya Presiden dan Pemilu (World Bank,1998:
1.4, 1.10). Kerusahan besar-besaran pada pertengahan Mei yang lalu yang
ditujukanterhadap etnis Cina telah menggoyahkan kepercayaan masyarakat ini akan
keamananharta, jiwa dan martabat mereka. Padahal mereka menguasai sebagian
besar modal dankegiatan ekonomi di Indonesia dengan akibat mereka membawa
keluar harta kekayaanmereka dan untuk sementara tidak melaukan investasi baru.
11. Terdapatnya
keterkaitan yang erat dengan yen Jepang, yang nilainya melemah terhadapdollar
AS (lihat IDE). Setelah Plaza-Accord tahun 1985, kurs dollar AS dan juga
matauang negara-negara Asia Timur melemah terhadap yen Jepang, karena mata uang
negaranegaraAsia ini dipatok dengan dollar AS. Daya saing negara-negara Asia
Timurmeningkat terhadap Jepang, sehingga banyak perusahaan Jepang melakukan
relokasidan investasi dalam jumlah besar di negara-negara ini. Tahun 1995 kurs
dollar AS berbalikmenguat terhadap yen Jepang, sementara nilai utang dari
negara-negara ini dalam dollarAS meningkat karena meminjam dalam yen, sehingga
menimbulkan krisis keuangan.(Ehrke: 2).
Di lain pihak harus diakui bahwa sektor riil sudah
lama menunggu pembenahanyang mendasar, namun kelemahan ini meskipun telah
terakumulasi selama bertahun-tahunmasih bisa ditampung oleh masyarakat dan
tidak cukup kuat untuk menjungkir-balikkanperekonomian Indonesia seperti
sekarang ini. Memang terjadi dislokasi sumber-sumberekonomi dan kegiatan
mengejar rente ekonomi oleh perorangan/kelompok tertentu yangmenguntungkan
mereka ini dan merugikan rakyat banyak dan perusahaan-perusahaanyang efisien. Subsidi
pangan oleh BULOG, monopoli di berbagai bidang, penyaluran danayang besar untuk
proyek IPTN dan mobil nasional. Timbulnya krisis berkaitan denganjatuhnya nilai
tukar rupiah terhadap dollar AS secara tajam, yakni sektor ekonomi luarnegeri,
dan kurang dipengaruhi oleh sektor riil dalam negeri, meskipun kelemahan sectorriil
dalam negeri mempunyai pengaruh terhadap melemahnya nilai tukar rupiah.
Membenahisektor riil saja, tidak memecahkan permasalahan.
Krisis pecah karena terdapat ketidak seimbangan antara
kebutuhan akan valas dalamjangka pendek dengan jumlah devisa yang tersedia,
yang menyebabkan nilai dollar ASmelambung dan tidak terbendung. Sebab itu
tindakan yang harus segera didahulukan untukmengatasi krisis ekonomi ini adalah
pemecahan masalah utang swasta luar negeri,membenahi kinerja perbankan
nasional, mengembalikan kepercayaan masyarakat dalamdan luar negeri terhadap
kemampuan ekonomi Indonesia, menstabilkan nilai tukar rupiahpada tingkat yang
nyata, dan tidak kalah penting adalahmengembalikan stabilitas socialdan
politik.
2.2
Dampak pada masyarakat
Indonesia
Dampak
Krisis Moneter sangat besar bagi perekonomin Indonesia secarakhususnya, namun
sektor lain pun terkena dampak dari terjadi krisis moneter ini mulaidari sektor
pemerintahan sampai pada sektor sosial masyarakat.
Dari
sektor ekonomiIndonesia, nilai rupiah yang turun drastis berakibat pada naiknya
harga produk - produk import berimbas pula pada turunnya nilai pendapatan
masyarakat ditambah lagi banyak terjadinya PHK pada pekerja - pekerja. Kenaikan
harga produk - produk dipasaranmenaikkan nilai inflasi antara pertengaha tahun
1997-1998. Inflasi adalah
saalah satudampak krisis moneter dilihat dari sektor ekonomi.Dari sektor
ekonomi secara umum akibat dari menurunnya nilai rupiah menurut‘Krisis Moneter
Indonesia : Sebab, Dampak, dan Peran IMF’ berimbas pada kesulitanmenutup APBN, harga telur/ayam naik,
utang luar negeri dalam rupiah melonjak, hargaBBM/tarif listrik naik, tarif
angkutan naik, perusahaan tutup atau mengurangi produksinya karena tidak bisa
menjual barangnya dan beban utang yang tinggi, toko sepi,PHK di mana-mana,
investasi menurun karena impor barang modal menjadi mahal, biayasekolah di luar
negeri melonjak. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalamikontraksi
sebesar 13,7% pada tahun 1998 dibandingkan dengan tahun 1997 yang terlihatmasih
mengalami ekspansi 4,9% terlihat pada tabel 2.1 (Laporan Tahunan Bank Indonesia
1998/1999). Dampak lain yang terjadi adalah tingginya tingkat inflasi
sepertiterlihat dari tabel I pada tahun 1997 inflasi sudah mulai tinggi.
Tingginya tingkat inflasiterjadi antara pertengahan tahun 1997 sampai 1998.Pada
sektor sosial masyarakatnya banyak jatuh miskin akibat semakin tingginyatingkat
pengangguran sekaligus harga - harga beberapa bahan pokok yang mulaimerangkak
naik dan mengancam kehidupan masyarakat pada masa itu. Pada tahun 1998,
persentase penduduk miskin tercatat sebanyak 24,23 persen (49,5 juta orang)
(DataStrategis BPS).. Tingginya angka kemiskinan tersebut dikarenakan krisis
ekonomi yangmelanda Indonesia pada pertengahan 1997 yang berakibat pada
meroketnya harga-hargakebutuhan dan berdampak parah pada penduduk miskin (Data
Strategis BPS).Semakintingginya pengangguran tinggi pula tingkat kriminalitas
yang terjadi.Seiring dampak sektor sosial yang terjadi dimasyarakat, dampak
sektor sosial ini memicu pada sektor
politik
dimana Soeharto sebagai pemegang kekuasaan tertinggi mulai
diragukankeberadaannya. Berbagai tindakan kekerasan terjadi akibat berbagai
masalah politik yangterjadi.Pada akhirnya, tanggal 21 Mei 1998 Soeharto secara
resmi digantikan wakil presiden BJ.Habibie.
Dewasa
ini semua permasalahan dalam krisis ekonomi berputar-putar sekitar kursnilai
tukar valas, khususnya dollar AS, yang melambung tinggi jika dihadapkan
denganpendapatan masyarakat dalam rupiah yang tetap, bahkan dalam beberapa hal
turunditambah PHK, padahal harga dari banyak barang naik cukup tinggi, kecuali
sebagiansektor pertanian dan ekspor. Imbas dari kemerosotan nilai tukar rupiah
yang tajam secaraumum sudah kita ketahui: kesulitan menutup APBN, harga
telur/ayam naik, utang luarnegeri dalam rupiah melonjak, harga BBM/tarif
listrik naik, tarif angkutan naik, perusahaantutup atau mengurangi produksinya
karena tidak bisa menjual barangnya dan beban utangyang tinggi, toko sepi, PHK
di mana-mana, investasi menurun karena impor barang modalmenjadi mahal, biaya
sekolah di luar negeri melonjak. Dampak lain adalah laju inflasi yangtinggi
selama beberapa bulan terakhir ini, yang bukan disebabkan karena imported
inflation4 ,tetapi lebih tepat jika dikatakan foreign exchange induced
inflation. Masalah ini hanya biasdipecahkan secara mendasar bila nilai
tukar valas bisa diturunkan hingga tingkat yangwajar atau nyata (riil). Dengan
demikian roda perekonomian bisa berputar kembali danharga-harga bisa turun dari
tingkat yang tinggi dan terjangkau oleh masyarakat, meskipuntidak kembali pada
tingkat sebelum terjadinya krisis moneter.
Pada
sisi lain merosotnya nilai tukar rupiah secara tajam juga membawa hikmah.Secara
umum impor barang menurun tajam termasuk impor buah, perjalanan ke luar
negeridan pengiriman anak sekolah ke luar negeri, kebalikannya arus masuk turis
asing akanlebih besar, daya saing produk dalam negeri dengan tingkat kandungan
impor rendahmeningkat sehingga bisa menahan impor dan merangsang ekspor
khususnya yang berbasispertanian, proteksi industri dalam negeri meningkat
sejalan dengan merosotnya nilai tukarrupiah, pengusaha domestik kapok meminjam
dana dari luar negeri. Hasilnya adalahperbaikan dalam neraca berjalan.Petani
yang berbasis ekspor penghasilannya dalam rupiahmendadak melonjak drastis,
sementara bagi konsumen dalam negeri harga beras, gula, kopidan sebagainya ikut
naik.Sayangnya ekspor yang secara teoretis seharusnya naik, tidakterjadi,
bahkan cenderung sedikit menurun pada sektor barang hasil industri.
Meskipunpenerimaan rupiah petani komoditi ekspor meningkat tajam, tetapi
penerimaan ekspor dalamvalas umumnya tidak berubah, karena pembeli di luar
negeri juga menekan harganya karenatahu petani dapat untung besar, dan
negara-negara produsen lain juga mengalami depresiasidalam nilai tukar mata
uangnya dan bisa menurunkan harga jual dalam nominasi valas.Hal yang serupa
juga terjadi untuk ekspor barang manufaktur, hanya di sini ada kesulitanlain
untuk meningkatkan ekspor, karena ada masalah dengan pembukaan L/C dan
keadaansosial-politik yang belum menentu sehingga pembeli di luar negeri
mengalihkan pesananbarangnya ke negara lain.
Sebagai
dampak dari krisis ekonomi yang berkepanjangan ini, pada Oktober 1998 inijumlah
keluarga miskin diperkirakan meningkat menjadi 7,5 juta, sehingga perlu dilancarkanprogram-program
untuk menunjang mereka yang dikenal sebagai social safety net.Meningkatnya
jumlah penduduk miskin tidak terlepas dari jatuhnya nilai tukar rupiahyang
tajam, yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antara penghasilan yang
berkurangkarena PHK atau naik sedikit dengan pengeluaran yang meningkat tajam
karena tingkatinflasi yang tinggi, sehingga bila nilai tukar rupiah bisa
dikembalikan ke nilai nyatanyamaka biaya besar yang dibutuhkan untuk social
safety net ini bisa dikurangi secara drastis.
Namun
secara keseluruhan dampak negatifnya dari jatuhnya nilai tukar rupiah
masihlebih besar dari dampak positifnya.
Inflasi adalah salah satu dampak dari krisis moneter
1998. Laju inflasi pada tahun1998 yang diukur berdasarkan Indeks Harga Konsumen
(IHK) mencapai angka 77,6 %.(Laporan Tahunan Bank Indonesia tahun 1998/1999).
Tingkat inflasi yang hampir mencapai pada tingkat hyperinflasi. Menurut Laporan
Tahunan Bank Indonesia tahun1998/1999 penyebab dari ringginya laju inflasi
adalah tingginya tingkat penwaransedangkan pasokan yang menipis, menurunnya
tingkat rupih sehingga meenaikkan harga barang-barang import sehingga
meningkatkan harga barang secara umum. Selain itu, produksi barang yang menurun
akibat menurunnya kegiatan produksi, kurang berhasilnya pertanian, dan
distribusi yang terhambat akibat kerusuhan Mei 1998.
Penyebab Inflasi menurut beberapa referensi memiliki
beberapa perbedaan.Menurut Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF,
dan Saran menyatakan bahwa penyebab inflasi bukan dikarenakan imported
inflationtapi lebih tepat dikatakanforeign exchange induced inflation. Karena
krisis ini berkaitan dengan nilai tukar valasyang tinggi berakibat pada
harga-harga barang import yang tinggi, bukan dikarenakannaiknya harga
barang-barang import itu sendiri.. Jadi, lebih tepat dikatakan sebagai
foreignexchange induced inflation.Berbeda halnya menurut Jurnal Akuntansi
danKeuangan Inflasi di Indonesia yang menyatakan bahwa, penyebab inflasi
dikarenakanimported inflation.
Inflasi dan pengangguran menurut buku-buku ekonomi
memiliki kaitan erat.Keterkaitan antara inflasi dan pengangguran berkaitan
secara negative dimana semakintinggi tingkat inflasi akan menurunkan tingkat
pengangguran.
Higher demand may
over time cause firms to raise their prices, but in themeantime, it also
encourages them to hire more workers and produce a larger quantity of goods and services. More hiring meanslower unemployment. Higher
demand may over time cause firms to raise their prices, but in the meantime, it
also encourages them to hiremore workers and produce a larger quantity of goods
and services. More hiring meanslower unemployment.(Macroeconomic Gregory Mankiw
: 14).
Permintaan dipasar pada krisis moneter ini sangat tinggi
eshingga memunculkaninflasi. Namun, tidak selamanya konsep akan inflasi dan
pengangguran berhubungannegative. Seperti yang terlihat inflasi yang terjadi di
Indonesia pada krisis moneter 1998mencapai 77,6 % tapi pengangguran pun juga tinggi.
Hal ini dikarenakan inflasi yangterjadi di Indonesia disebabkan turunnya nilai
mata uang rupiah terhadap dollar AS yangmemicu harga-harga barang import naik
sehingga menaikkan harga barang secara umumselain itu, banyaknya perusahaan
yang bangkrut akibat utang luar negeri mereka sudahmulai jatuh tempo.
Jadi, tidak selamanya suatu konsep dalam ilmu pengetahuan
sesuai dengankenyataan yang harus dihadapi. Konsep inflasi dan pengangguran
yang berhubungannegative tidak dapat diberlakukan dalam inflasi yang terjadi di
Indonesia karena penyebab terjadinya inflasi pun menjadi penentu.
2.3
Cara mengatasi krisis moneter
1998
Kebijakan - kebijakan ekonomi mulai diambil ketika krisis
ini mulai muncul.Kebijakan secara makroekonomi Langkah kebijakan itu difokuskan
untuk mengembalikan kestabilan mikroekonomi dan membangun kembali infrastruktur
ekonomi, khususnya dibidang perbankan dan dunia usaha (Makalah Bank Indonesia
:Peran Kebijakan Moneter dan Perbankan Dalam Mengatasi Krisis Ekonomi
Indonesia).Kebijakan yang terfokus pada dua hal tersebut sangat tepat untuk
diambil, seperti yangdiketahui krisis moneter yang terjadi sudah sangat
menyerang perekonomian secarakeseluruhan sekaligus menyerang sector - sektor
badan usaha. Secara umum langkahyang diambil dalam mengatasi masalah krisis
moneter ini berpijak pada empat bidang pokok (Makalah Bank Indoensia : Peran
Kebijakan Moneter dan Perbankan DalamMengatasi Krisis Ekonomi Indonesia) :
a.
Di bidang Moneter,
ditempuh kebijakan moneter ketat untuk mengurangi lajuinflasi dan penurunan
atau depresiasi nilai mata uang lokal secara berlebihan.
b.
Di bidang Fiskal,
ditempuh dengan kebijakan yang terfokus pada upayrelokasi
pengeluaran-pengeluaran untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.c.
c.
Di bidang
Pengelolaan (governance), ditempuh dengan berbagai kebijakanuntuk penngelolaan
baik di sector public atau swastad.
d.
Di bidang
Perbankan, ditempuh dengan berbagai kebijakan untuk mengurangikelemahan dunia
perbankan.
Secara umum kebijakan-kebijakan yang diambil untuk
mengatasi sekaligus mencegahterjadinya krisis monter di kemudian hari. Secara
khusus kebijakan yang diambil ketikakrisis moneter terjadi dengan cara
mengupayakan stabilisasi dan pemulihan kegiatanekonomi, pemerintah telah
menempuh beberapa kebijakan dari sisi permintaan maupun penawaran (Laporan
Tahunan Bank Indonesia 1998/1999). Di sisi permintaan perlumenjadi perhatian
khusus karena permintaan domestik mengalami kontraksi sebesar 17,6%, dengan
sumbangan terhadap kontraksi PDB sebesar 18,4% kebijakan yangditempuh diarahkan
untuk memulihkan kegiatan investasi, perdagangan, sertamengurangi dampak
negatif krisis terutama terhadap golongan masyarakat miskin(Laporan Tahunan
Bank Indonesia 1998/1999). Penurunan permintaan domestic ini berimbas pula pada
penurunan konsumsi rumah tangga akibat daya beli masyrakat yangturun. Hal ini
yang berimbas pada semakin banyaknya masyrakat miskin sehingga dalamkebijakan
permintaan difokuskan pula pada masyarakat miskin untuk mengurangidampak-dampak
yang akan ditimbulkan dari krisis monter ini. Penurunan investasi
yangdisebabkan banyak faktor. Dua faktor utama adalah penurunan kepercayaan
atas dayaserap pasar domestic dan perusahaan yang mengalami kesusahan dalam
pembiayaansehingga tidak sempat untuk melakukan investasi. Kebijakan pemerintah
dalammeningkatkan investasi dengan menghapuskan bea masuk unruk beberapa jenis
barangmodal dan menerapkan kebijakantas holiday(Laporan Tahunan Bank
Indonesia1998/1999). Hal ini untuk memudahkan perusahaan untuk melakukan
produksi barangsemakin banyak perusahaan yang mulai berproduksi semakin tinggi
pla tingkat investasiyang terjadi.Di sisi penawaran, Di sisi penawaran,
kebijakan yang ditempuh lebih bersifat structuraluntuk membantu pemulihan
kinerja sektor perbankan dan dunia usaha. Upaya untuk meredam tekanan inflasi
dilakukan melalui kebijakan moneter yang ketat dan pemulihansisi pasokan
terutama melalui penyediaan dan perluasan kredit program serta perbaikansistem
distribusi. Pemulihan inflasi dari sisi penawaran berkaitan pada perluasan
pemberian kredit kepada bank-bank umum sehingga memudahkan pengusaha kecil
untuk menminjamkan dana dalam proses produksi. Dalam upaya pemenuhan
pasokankebutuhan yang mengalami penurunan pemerintah memperbaiki dari sisi
distribusi(Laporan Tahunan Bank Indonesia 1998/1999) dimana dengan mengurangi
monopolisuatu badan dalm pengadaan pesokan dan membuka kepada badan lain
seperti koperasiuntuk pemenuhan kebutuhan pokok.
Krisis
moneter telah memberikan pelajaran yang sangat berharga untuk
menentukankebijakan di masa depan, maka upaya yang paling utama dan mendesak
bagi Indonesiadewasa ini adalah program penyelamatan yang bisa mengembalikan
kepercayaanmasyarakat serta menstabilkan kurs rupiah pada nilai tukar yang
nyata (bandingkan jugaStiglitz). Para ekonom dari CSIS berpendapat bahwa
langkah yang harus diambil untukmengatasi kemelut ini adalah dengan
menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar ASdalam tingkat yang wajar,
restrukturisasi perbankan, dan penyelesaian masalah utangswasta dengan
penjadwalan ulang (Kompas, 9 April 1998).
Kelompok kami
menginterpretasikan nilai tukar nyata sebagai nilai tukar berdasarkanpurchasing
power parity yang bisa menjaga keseimbangan dalam neraca berjalan dan
yangbisa menjamin ekonomi nasional beroperasi. Dengan sistim ini, harga
barang-barangproduksi dalam negeri dengan kandungan lokal tinggi bisa meningkat
daya saingnyasehingga bisa berkembang dan orang tidak mengandalkan bahan impor
karena menjadimahal, industrialisasi substitusi impor berlanjut, harga mobil
terjangkau oleh masyarakat,impor secara otomatis akan berkurang (misalnya buah,
jalan-jalan ke luar negeri, berobat diluar negeri, kirim anak sekolah di luar
negeri, pola makan makanan yang bahannya gandum),dan meningkatkan ekspor.
Kegiatan jasa hotel, perjalanan, perdagangan dan angkutan jugabisa hidup
kembali.
Setelah
mendapat pengalaman dari krisis ini, dana asing akan sangat hati-hati masukke
Indonesia, begitupun pengusaha domestik akan sangat hati-hati untuk meminjam
dariluar negeri. Ditambah dengan hilangnya insentif untuk meminjam dari luar
negeri karenabiaya pinjaman yang lebih rendah diimbangi dengan tingkat
depresiasi yang lebih tinggidan karena tidak adanya lagi intervensi kurs oleh
BI.Dengan demikian sumber utama krisisdi masa lalu untuk masa mendatang sudah
dapat dieliminir, sejauh persyaratan di atas biasdipenuhi. Dengan demikian,
kegiatan ekonomi Indonesia terutama harus ditunjang olehkekuatan sendiri
berdasarkan dana modal yang tersedia di dalam negeri. Dunia perbankannasional
juga telah diajarkan dari manfaat jangka panjang untuk bertindak prudent.
Bank
Dunia menyarankan mengembalikan kepercayaan terhadap rupiah denganempat
kebijakan utama: restrukturisasi beban utang swasta, reformasi dan
memperkuatsistim perbankan, memperbaiki “governance”, dan menjaga stabilitas
fiskal dan moneterselama masa transisi (World Bank, 1998, p. 2.2).
Inti
dari pemecahan krisis moneter dalam jangka pendek haruslah ditujukan
kepadapencegahan penumpukan pembayaran utang luar negeri, baik swasta maupun
pemerintah,pada suatu saat tertentu dan membagi (spread-out) pembayaran
ini secara merata dalamjangka waktu yang lebih panjang pada tingkat yang
terkendali (manageable).
Beberapa
saran dari kelompok kami
untuk mengatasi krisis ekonomi dewasa ini adalahsebagai berikut:
1.
Karena Indonesia telah
menanda-tangani persetujuan program reformasi structuralekonomi dengan IMF,
maka pemerintah juga harus melaksanakannya dengan konsekuen,terlebih lagi
karena bantuan IMF ini terkait dengan bantuan negara-negara donor lainnyayang
jumlahnya sangat besar. Pemerintah melaksanakan reformasi dan
restrukturisasisektor riil dan keuangan secara konsekuen untuk memperkuat
fundamental ekonomiIndonesia. Makin cepat pemerintah melaksanakan
program-program reformasi, makincepat juga dananya cair. Yang nanti akan
menjadi masalah adalah bagaimana membayarutang bantuan darurat yang mencapai
US$ 46 milyar tersebut di samping utang-utangpemerintah dan swasta yang ada.
Namun
pemerintah, dalam hal ini Departemen Keuangan dan Bank Indonesia,
harusbertindak proaktif menghadapi IMF dengan mengajukan saran-sarannya sendiri
danmenolak program-program yang tidak relevan dan cenderung merugikan
Indonesia.
2.
Membentuk kabinet baru
yang terdiri atas teknokrat untuk mengembalikan kepercayaanmasyarakat Indonesia
maupun luar negeri akan kesungguhan program reformasi. Denganadanya kepercayaan
ini, termasuk program reformasi IMF, diharapkan akan terjadi arusbalik devisa
dan masuknya modal luar negeri.
3.
Mengusahakan penundaan
pembayaran utang resmi pemerintah berupa pembayarancicilan pokok dan bunga selama
misalnya dua tahun melalui Paris Club. Sejauh iniIndonesia memang selalu patuh
untuk membayar semua utang-utangnya secara tepatwaktu, yang juga selalu
mendapatkan pujian dari Bank Dunia dan IMF. Namun dalamkeadaan krisis yang
parah ini, apa salahnya jika Indonesia meminta penundaan waktupembayaran
kembali utang? Nama Indonesiapun tidak menjadi jelek karenanya, sebabParis Club
adalah instrumen internasional yang memang khusus dirancang untukmembantu
negara-negara sedang berkembang dalam menghadapi masalah pembayarankembali
utang-utang luar negeri pemerintah. Sementara ini sudah banyak negara
sedangberkembang yang memanfaatkan fasilitas ini. Dengan demikian, Indonesia
bisa bernapasuntuk memperkuat posisi cadangan devisanya. Sebab menurut APBN
tahun 1998/99jumlah pembayaran cicilan utang pokok luar negeri beserta bunganya
mencapai US$7.560 juta, sementara pinjaman luar negeri baru sebesar US$ 6.450
juta. Jumlah ini sangatberarti untuk memperkuat cadangan devisa negara.
Seandainya Indonesia tidak menerimabantuan barupun, maka masih ada selisih
positif sebesar lebih dari US$ 1 milyar yang bisa
dihemat. Keuntungan dari penundaan pembayaran utang ini adalah, bahwa
bebanutang tidak menjadi bertambah, hanyasaja jangka waktu pembayaran
kembalinya sajayang lebih panjang, tanpa merusak nama Indonesia sebagai debitur
yang baik. Bila Jepanghanya mau membantu dengan dengan menambah pinjaman baru,
berarti bahwa bebanutang termasuk pembayaran bunga untuk di kemudian hari akan
bertambah besar.Penjadwalan kembali pembayaran utang resmi pemerintah ini juga
akan banyakmembantu meringankan defisit anggaran belanja, terlebih lagi dengan
semakinterpuruknya nilai tukar rupiah semakin besar pula defisit dalam anggaran
belanja Negarayang harus ditutup. Hal ini telah dilakukan oleh pemerintah dan
telah dicapaikesepakatan, bahwa Indonesia akan menunda pembayaran cicilan utang
pokoknyasaja.
4.
Menstabilkan nilai
tukar rupiah pada tingkat yang riil, artinya tidak lagi overvalued ketikaregim
managed floating, bahkan bisa dipertimbangkan untuk membiarkannya
sedikitundervalued untuk meningkatkan daya saing secara internasional
dan merangsangproduksi dalam negeri dan ekspor. Nilai tukar nyata yang wajar
ini harus dicari denganmemperhatikan kriteria-kriteria berikut, paling tidak
tingkat depresiasi rupiah tidak lebihrendah dari depresiasi nyatanya. Dengan
kurs ini defisit anggaran belanja negara biasditekan, juga tingkat inflasi,pembayaran
utang luar negeri pemerintah dan swasta dalamrupiah dapat ditekan sehingga
mampu dikembalikan, begitupun harga BBM/listrik danpakan ternak, harga
barang-barang produksi dalam negeri dapat terjangkau termasuksembako dan
pabrik-pabrik beroperasi kembali, orang-orang yang menganggur dapatbekerja
kembali, jumlah penduduk miskin dapat ditekan kembali dan jaringan keamanansosial
tidak lagi diperlukan, biaya angkutan udara bisa diturunkan, perjalanandomesticdan
luar negeri dapat hidup kembali. Dilain pihak kurs dollar AS ini harus cukup
tinggiuntuk menahan impor berbagai macam barang dan bahan serta meningkatkan
dayasaing produk dalam negeri termasuk buah-buahan, insentif untuk meminjam
dana dariluar negeri hilang, biaya perjalanan ke dan sekolah di luar negeri
tetap masih mahal,yang semuanya mengurangi pengurangan devisa. Sebaliknya daya
saing ekspor masihcukup tinggi, sehingga ekspor masih bisa tetap bergairah.
Bila ini disadari sebagai halyang utama dan yang paling mendesak untuk
mengakhiri krisis ini, maka seluruh dayaupaya dan pikiran dapat diarahkan untuk
memecahkan persoalannya.
5.
Kebijakan depresiasi
nilai tukar yang relatif besar dampaknya sama seperti kebijakanproteksi
produksi dalam negeri, karena merubah perbandingan harga antara barangdalam
negeri aktif dalam forum-forum internasional seperti APEC, ASEAN, dansebagainya
untuk mencari pemecahan atas krisis moneter yang sedang melanda banyaknegara
Asia Timur. Masalah pokoknya adalah bagaimana memperkuat nilai tukar matauang
masing-masing kembali pada tingkat yang wajar. Misalnya dengan
mengajukangagasan-gagasan pemecahan yang konkrit dan mendesak diadakannya
pertemuanpertemuandengan segera. Hingga kini sikap pemerintah Indonesia
terkesan pasif.
6.
Mengadakan negosiasi
ulang utang luar negeri swasta Indonesia dengan para kreditoruntuk meminta
penundaan pembayaran, yang sekarang sedang diusahakan oleh TimPenanggulangan Utang
Luar Negeri Swasta (PULNS) atau Indonesian Debt RestructuringAgency (INDRA).
7.
Mengembalikan
stabilitas sosial dan politik dan rasa aman secepatnya sehingga biasmemulihkan
kepercayaan pemilik modal dalam dan luar negeri.
8.
Untuk mengembalikan
kepercayaan dari masyarakat yang menyimpan uangnya di dalamnegeri, pemerintah
bisa mempertimbangkan melakukan operasi swap, apalagi didukungoleh cadangan
devisa pemerintah yang semakin membesar.
9.
Menghalangi
kemungkinan kegiatan spekulasi valas besar-besaran dengan mempelajarikemungkinan
melakukan pengawasan devisa secara terbatas tanpa melepas prinsipregim devisa
bebas atau melanggar kesepakatan dengan IMF, misalnya transfer pribadidibatasi
sampai jumlah tertentu, US$ 10.000. Selanjutnya tidak memberi peluang untukmemperdagangkan
rupiah atau menaruh deposito Rupiah di luar negeri. Deposito valashanya boleh
di bank-bank devisa dalam negeri dan tidak boleh ditempatkan di luar.Krugman
juga menganjurkan memungut pajak atas dana yang masuk dan membuatperaturan yang
menghambat pengiriman dana ke luar (lihat Wessel dan Davis, hal. 16).
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Krisis
Moneter yang dialami Indonesia pada pertengahan tahun 1997 sampai akhir
tahun1998 yang berdampak pada lemahnya perekonomian Indonesia. Faktor utama
penyebab krisis monter ini adalah turunnya nilai tukar rupiah atas dollar AS.
Faktor lainyang menjadi pemicunya adalah tingkat utang perusahaan swasta yang
tinggi dan sudahmulai jatuh tempo pada tahun-tahun tersebut, hal ini diperparah
dengan berbagai musibahnasional yang terjadi seperti Krisis Monter yang membawa
dampak besar bagi seluruhsegi kehidupan Indonesia yaitu :
Segi Ekonomi :
· Inflasi tinggi
· Banyaknya perusahaan yang tutup akibat utang luar negeri
merekayang membengkak
· Pengangguran tinggi
· Rendahnya tingkat investasi dan tabungan masyarakat
Segi Sosial Politik
· Banyak kerusuhan dimana-mana akibat rasa
ketidakpercayaanmasyarakat terhadap kepemimpinan presiden
· Turunnya Soeharto sebagai presiden
· Banyak rakyat miskin
Dampak dari Krisis Moneter tersebut salah satunya adalah
tingkat inflasi yangtinggi dan pengangguran yang tinggi pula. Kedua hal
tersebut bila dihubungkan menurutilmu makro ekonomi tidak cocok. Karena
tingginya tingkat inflasi berhubungan negativedengan tingkat pengangguran.
Semakin tinggi tingkat inflasi maka semakin turun tingkat pengangguran
tersebut. Bila dikaji lebih lanjut hal tersebut tidak bisa dijadikan
sebagaikonsep utama. Jadi, hubungan antara keduanya bergantung pada faktor
penyebabterjadinya tingkat inflasi dan pengangguran tersebut.
3.2
Saran
Dari segala paparan
materi yang telah disampaikan pada makalah ini kelompok kami memang masih jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu kelompok kami menerima saran berupa kritik
dan saran kepada kelompok kami, agar kedepannya kelompok kami dapat membuat
makalah dengan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Mankiw N. Gregory;
2008; Macroeconomics;
Atmaja Adwin S.;
1999; Inflasi Di Indonesia : Sumber-Sumber Penyebab danPengendalian; Jurnal
Akuntansi dan Keungan Vol.1.(http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/aku/article/viewFile/15656/15648%2526em
bedded%253Dtrue)Diakses pada 23 Oktober 2011.
Tarmidi Lapi T.;
Krisis Moneter : Sebab, Dampak, Peran IMF dan
Saran.(http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/427EA160-F9C2-4EB0-9604-C55B96FC07C6/3015/bempvol1no4mar.pdf)Diakses
pada tanggal 19 Oktober 2011.
Laporan Tahunan
1998/1999 Bank
Indonesia(http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Laporan+Tahunan/Laporan+Perekonomian+Indonesia/LapTah+1998+1999.htm)Diakses
pada tanggal 23 Oktober 2011
Data Strategis BPS;
CV. Nasional
Indah.(http://www.bps.go.id/65tahun/data_strategis_2011.pdf)Diakses pada
tanggal 22Oktober 2011
Abdullah
Burhanuddin; 2003; Peran Kebijakan Ekonomi dan Perbankan DalamMengatasi Krisis
Ekonomi Indonesia; Makalah Bank Indonesia;
Jakarta(http://www.bi.go.id/biweb/html/sambutan/makalah-13-2003-gbi.pdf)Diakses
padatanggal 27 Oktober 2011
Anwar, Moh. Arsjad. 1997.
“Transformasi Struktur Perekonomian Indonesia: Poladan Potensi”, dalam: M.
Pangestu, I. Setiati (penyunting), Mencari Paradigma Baru
PembangunanIndonesia, Jakarta: CSIS, hal. 33-48.
Bank Indonesia. 1998. “Financial
Crisis in Indonesia”, Jakarta, August.Bello, W. 1998. “Mencari Solusi
Alternatif untuk Mengatasi Krisis”, saduran, Jakarta:Kompas, 1 September,
hal. 3.
Ehrke, M.1998. “Pangloss oder
die beste aller moeglichen Welten, Ursachen undAuswirkungen der Asienkrise”,
Bonn: Friedrich Ebert Stiftung, Februari.
Fischer, S. 1998a. “IMF dan Krisis
Asia”, Kompas, Jakarta, 6 April.
________. 1998b. “Peranan IMF Saat
Krisis”, Kompas, Jakarta, 8 April.
________. 1998c. “The Asian Crisis
and the Changing Role of the IMF”,Washington,D.C.: Finance & Development,
Vol. 35 No. 2, June, pp. 2-5.
Greenwood, J. 1997. “The Lessons of
Asia’s Currency Crisis”, Hong Kong: The AsianWall Street Journal, 9
Oktober, hal. 6.
Gunawan, A.H., Sri Mulyani I..
1998. “Krisis Ekonomi Indonesia dan Reformasi (Makro)Ekonomi”, makalah pada
Simposium Kepedulian Universitas Indonesia Terhadap TatananMasa Depan
Indonesia”, Kampus UI, Depok, 30 Maret - 1 April
http://www.academia.edu/3827540/KRISIS_EKONOMI_INDO_2
No comments:
Post a Comment